Sabtu, 11 Desember 2010

Tazkiyatun nafs

A. Pentingnya Tazkiyatun Nafs
Tazkiyah, secara bahasa (harfiah) berarti Tathahhur, maksudnya bersuci.Seperti yang terkandung dalam kata zakat, yang memiliki makna mengeluarkan sedekah berupa harta yang berarti tazkiyah (penyucian). Karena dengan mengeluarkan zakat, seseorang berarti telah menyucikan hartanya dari hak Allah yang wajib ia tunaikan.
Salah satu tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam adalah untuk membimbing umat manusia dalam rangka membentuk jiwa yang suci. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul dari golongan mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya dalam kesesatan yang nyata".(Al-Jumu'ah: 2).
Dengan demikian, seseorang yang mengharapkan keridhaan Allah dan kebahagiaan abadi di hari akhir hendaknya benar-benar memberi perhatian khusus pada tazkiyatun nafs (penyucian jiwa).Ia harus berupaya agar jiwanya senantiasa berada dalam kondisi suci. Kedatangan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ke dunia ini tak lain adalah untuk menyucikan jiwa manusia. Ini sangat terlihat jelas pada jiwa para sahabat antara sebelum memeluk Islam dan sesudahnya.Sebelum mengenal Al-Islam jiwa mereka dalam keadaan kotor oleh debu-debu syirik, ashabiyah (fanatisme suku), dendam, iri, dengki dan sebagainya.Namun begitu telah disibghah (diwarnai) oleh syariat Islam yang dibawa Rasulullah SAW, mereka menjadi bersih, bertauhid, ikhlas, sabar, ridha, zuhud dan sebagainya.
Keberuntungan dan kesuksesan seseorang, sangat ditentukan oleh seberapa jauh ia men-tazkiyah dirinya. Barangsiapa tekun membersihkan jiwanya maka sukseslah hidupnya. Sebaliknya yang mengotori jiwanya akan senantiasa merugi, gagal dalam hidup. Hal itu diperkuat oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan sumpahNya sebanyak sebelas kali berturut-turut, padahal dalam Al-Qur'an tidak dijumpai keterangan yang memuat sumpah Allah sebanyak itu secara berurutan. Marilah kita perhatikan firman Allah sebagai berikut:
"Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan demi bulan apabila mengiringinya, dan malam bila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penciptaannya (yang sempurna), maka Allah mengilhamkan pada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya, sungguh beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya, dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya".(Asy-Syams: 1-10).
Dalam ayat yang lain juga disebutkan bahwa nantinya harta dan anak-anak tidak bermanfaat di akhirat. Tetapi yang bisa memberi manfaat adalah orang yang menghadap Allah dengan Qalbun Salim , yaitu hati yang bersih dan suci.
Firman Allah:
"yaitu di hari harta dan anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih". (Asy-Syu'araa':88-89).
B. Tujuan Tazkiyatun Nafs
Tujuan Tazkiyatun Nafs adalah ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.Sesungguhnya, takwa hanya dapat terwujud melalui pembersihan serta penyucian jiwa. Sementara, kebersihan jiwa juga tidak dapat terjadi tanpa takwa.Jadi keduanya saling terkait dan saling membutuhkan. Itulah mengapa Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
وَنَفْسٍ وَمَاسَوَّاهَا . فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا . قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا . وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا الشمس: ٧ – ١٠
Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (perilaku) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntung orang yang menyucikannya, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams/91 : 7-10)
Ayat-ayat ini menjelaskan bahwa seseorang dapat membersihkan jiwanya melalui ketakwaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Begitu pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
فَلاَ تُزَكُّوا أَنفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى النجم: ٣٢
Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci.Allah lebih mengetahui tentang siapa yang bertakwa. (QS. An-Najm/53: 32)
Serta firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَسَيُجَنَّبُهَا اْلأَتْقَى . الَّذِي يُؤْتِي مَالَهُ يَتَزَكَّى الليل: ١٧ – ١٨
Dan orang yang paling bertakwa akan dijauhkan dari api neraka, yaitu orang yang menginfakkan hartanya serta menyucikan dirinya. (QS. Al-Lail/92: 17-18)
Kedua ayat ini menjelaskan bahwa pembersihan jiwa pada hakikatnya adalah ketakwaan kepada Allah.Dan memang tujuannya adalah ketakwaan kepada Allah.
Di sini perlu juga difahami dengan baik sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut:
اَللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلاَهَا. رواه مسلم
Ya Allah! Anugerahkanlah ketakwaan pada jiwaku, bersihkanlah ia, Engkau adalah sebaik-baik yang membersihkan jiwa. Engkaulah Penguasa dan Pemiliknya.HR. Muslim.
Dengan qalbu serta jiwa yang bersih dan bertakwa, akan tercapailah maksud diciptakannya manusia. Yaitu hanya beribadah dan menyembah kepada Allah saja.
Allah berfirman:
وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُونِ الذاريات: ٥٦
Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu saja. (QS. Adz-Dzaariyaat/51 : 56)
C. Urgensi Tazkiyatun Nafs
1. Tazkiyyatun Nafs termasuk hal terpenting yang dibawa oleh para Rasul as.Hal ini sebagaimana yang ALLAH ingatkan dalam firman-Nya berikut ini:
Ya Tuhan kami utuslah utk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau & mengajarkan kepada mereka Al Kitab Al Qur an& Al-Hikmah As-Sunnah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.QS. Al-Baqarah 2 129 .
Di dalam beberapa ayat juga dijelaskan antara lain pd surat Al-Baqarah 2 ayat 151 surat Ali Imran 3 ayat 164 surat Al-Jumu a 62 ayat 2 & surat An-Nazi at 79 ayat 17 hingga 19.
Tazkiyyatun Nafs yang dibawa oleh para Rasul ini adalah melalui:
• Tadzkiir 2 Terhadap ayat-ayat ALLAH di setiap ufuk & dalam diri manusia terhadap perbuatan ALLAH atas ciptaan-NYA & terhadap hukuman & siksaan-NYA.
Taliim 2 Mempelajari Kitab & Sunnah.
Tazkiyyah 2 Membersihkan hati & memperbaiki tingkah-laku.
2. Tazkiyyatun Nafs merupakan tujuan orang beriman.
Allah SWT berfirman:
… di dalamnya ada orang-orang yang cinta utk senantiasa membersihkan dirinya … QS. At-Taubah 9 108 .
Di ayat lain Allah SWT juga berfirman:
… & sungguh akan kami selamatkan orang yang paling bertaqwa dari neraka yaitu orang yang memberikan hartanya karena ingin mensucikan dirinya. QS. Al-Lail 92 17-18 .
3. Tazkiyyatun Nafs merupakan parameter kebahagiaan / kebinasaan.
Allah SWT berfirman:
…sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu & sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.QS. Asy-Syam 91 9-10 .
4. Tazkiyyatun Nafs utk mengenal penyakit zaman &cara mengobatinya.
Salah satu penyakit zaman saat ini adalah hilangnya khusyu cinta dunia& takut mati wahn2 .Solusinya adalah melalui tarbiyyah Islamiyyah.Dimana dalam tarbiyah tersebut diberikan tadzkiir taliim & tazkiyyah.


D. Hakikat Tazkiyatun Nafs
Secara umum aktivitas tazkiyatun nafs mengarah pada dua kecenderungan, yaitu:
Membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela (membuang seluruh penyakit hati), yang dalam khazanah tasawuf dikenal dengan istilah at-takhalliy (التَّخَلِّي).
Menghiasi jiwa dengan sifat-sifat terpuji (mengisi diri dengan amal saleh), yang di dalam khazanah tasawuf dikenal dengan istilah at-tahalliy (التَّحَلِّي)
Kedua hal itu harus berjalan seiring, tidak boleh hanya dikerjakan satu bagian kemudian meninggalkan bagian yang lain. Jiwa yang cuma dibersihkan dari sifat tercela saja, tanpa dibarengi dengan menghiasi dengan sifat-sifat kebaikan menjadi kurang lengkap dan tidak sempurna. Sebaliknya, sekadar menghiasi jiwa dengan sifat terpuji tanpa menumpas penyakit-penyakit hati, juga akan sangat ironis. Tidak wajar.Ibaratnya seperti sepasang pengantin, sebelum berhias dengan beragam hiasan, mereka harus mandi terlebih dahulu agar badannya bersih.Sangat buruk andaikata belum mandi (membersihkan kotoran-kotoran di badan) lantas begitu saja dirias. Hasilnya tentu sebuah pemandangan yang mungkin saja indah tetapi bila orang mendekat akan tercium bau tak sedap.
E. Wasâil (sarana-sarana) Tazkiyatun Nafs
Wasîlah (sarana) untuk menyucikan jiwa tidak boleh keluar dari patokan-patokan syar’i yang telah ditetapkan oleh Allah dan rasulNya.Seluruh wasîlah tazkiyatun nafs adalah beragam ibadah dan amal-amal shalih yang telah disyariatkan di dalam al-Quran dan as-Sunnah.Kita dilarang membuat wasâil (sarana-sarana) baru dalam menyucikan jiwa ini yang menyimpang dari arahan kedua sumber hukum Islam tersebut. Misalnya, seperti yang dilakukan oleh beberapa penganut kejawen, dimana dalam membersihkan jiwa (tazkiyatun nafs) mereka melakukan puasa ‘pati-geni’ atau dikenal juga dalam tradisi Jawa dengan istilah ‘ngebleng’ (puasa terus menerus sehari semalam/wishâl) sambil membaca sejumlah mantera. Ada lagi yang mensyariatkan mandi di tengah malam atau berendam di sungai selama beberapa waktu yang ditentukan.Cara-cara ‘bid’ah’ semacam ini jelas tidak bisa dibenarkan dalam Islam.
Sesungguhnya rangkaian ibadah yang diajarkan Allah dan RasulNya telah memuat asas-asas tazkiyatun nafs dengan sendirinya. Bahkan bisa dikatakan bahwa inti dari ibadah-ibadah seperti tauhid, shalat, wudlu, shaum, zakat, haji dan lain-lain itu tidak lain adalah aspek-aspek tazkiyah.
Penjelasannya adalah melalui contoh-contoh berikut:
a. Tauhid
Tauhid ialah meng-Esakan Allah dengan melakakukan peribadatan dan penyembahan hanya kepadaNya saja.Segala peribadatan yang berbentuk permohonan, cinta, takut, tawakal, taat, malu dan lain-lain dari gerakan-gerakan hati, lidah maupun anggauta badan, hanya dipersembahkan kepada Allah saja, dengan mengikuti ketentuan syari’at Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saja.
Tauhid yang intinya adalah penyembahan hanya kepada Allah saja ini merupakan penyucian jiwa yang paling besar dan paling penting. Sebab, itulah tujuan pokok diciptakannya manusia dan jin. Orang yang bersih tauhidnya adalah orang yang bersih jiwa dan hatinya.
Lawan dari tauhid adalah syirik.Jika tauhid merupakan kebersihan jiwa yang paling besar, maka kemusyrikan merupakan kotoran jiwa yang paling besar.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسُُ التوبة: ٢٨
Sesungguhnya orang-orang musyrik adalah orang-orang yang najis. (QS. At-Taubah/9 : 28)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah dan Imam asy-Syaukani rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud najis dalam ayat itu bukanlah najis dalam arti fisik.Tetapi najis jiwa dan agamanya.
Dengan demikian, jika orang ingin melakukan proses pembersihan jiwa, maka hal pertama dan paling utama untuk dilakukan adalah membersihkan tauhidnya dari segala macam syirik. Misalnya tidak datang untuk meminta sesuatu kepada dukun atau orang ‘pintar’, tidak meminta-minta kepada kuburan orang shaleh dan tidak ngalap berkah ditempat-tempat keramat atau kuburan-kuburan yang diagungkan.
b. Shalat
Bila dikerjakan secara khusyû’, ikhlas dan sesuai dengan syariat, niscaya akan menjadi pembersih jiwa, sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w. berikut:
قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهْرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ كُلَّ يَوْمٍ مِنْهُ خَمْسَ مَرَّاتٍ مَا تَقُولُونَ ذَلِكَ مُبْقِيًا مِنْ دَرَنِهِ؟ قَالُوا: لا يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا، قَالَ: فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا.
“Abu Hurairah r.a. berkata: Saya telah mendengar Rasulullah s.aw. bersabda: “Bagaimanakah pendapat kamu kalau di muka pintu (rumah) salah satu dari kamu ada sebuah sungai, dan ia mandi daripadanya tiap hari lima kali, apakah masih ada tertinggal kotorannya? Jawab sahabat: Tidak. Sabda Nabi: “Maka demikianlah perumpamaan shalat lima waktu, Allah menghapus dengannya dosa-dosa”. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dari hadis di atas nampak sekali bahwa misi utama penegakan shalat adalah menyangkut tazkiyatun nafs. Artinya, dengan shalat secara benar (sesuai sunnah), ikhlas dan khusyû’, jiwa akan menjadi bersih, yang digambarkan Rasulullah s.a.w. seperti mandi di sungai lima kali. Sebuah perumpamaan atas terhapusnya kotoran-kotoran dosa dari jiwa. Secara demikian, bisa kita bayangkan kalau ibadah shalat ini ditambah dengan shalat-shalat sunnah. Tentu nilai kebersihan jiwa yang diraih lebih banyak lagi.


c. Wudhu’
Wudhu’ juga merupakan proses penyucian jiwa, di samping membersihkan fisik dari kotoran yang melekat pada anggauta fisik tertentu. Imam Nawawi rahimahullah, dalam Riyadhus Shalihin,membawakan satu ayat tentang keutamaan wudhu’ ini, yang artinya:
Wahai orang-orang yang beriman! , Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan usaplah kepalamu, dan basuhlah kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang suci; usaplah wajahmu dan tanganmu dengan debu itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan ni’matNya bagimu, agar kamu bersyukur. (Al-Ma’idah/5 : 6)
Beliau juga membawakan hadits-hadits yang menjelaskan bahwa barangsiapa berwudhu’ dengan benar dan baik, maka kotoran-kotoran jiwanya, berupa dosa dan kesalahan-kesalahannya akan lenyap. Di antaranya sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوْءَ، خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ.رواه مسلم
Siapa yang berwudhu’, dan ia memperbagus wudhu’nya, maka akan keluar kesalahan-kesalahan dirinya dari jasadnya hingga keluar pula melalui bawah kuku-kukunya. HR. Muslim.
Jadi, kegiatan ibadah wudhu’pun sebenarnya merupakan pembersihan jiwa dari kotoran-kotoran dosa.
Demikian pula tayamum serta mandi besar, baik mandi junub, mandi jum’at maupun mandi hari raya.Tentu dengan syarat ikhlas dan diniatkan sebagai peribadatan sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
d. Puasa
Demikian pula dalam masalah shaum (puasa).Hakikat puasa yang paling dalam berada pada aspek tazkiyah.
Sabda Rasulullah s.aw.:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ ، وَالْعَمَلَ بِهِ ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap puasanya dari makan dan minum”. (HR Al-Bukhari, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad dan lainnya Abu Hurairah).
Dalam hadis yang lain disebutkan:
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ، وَكَمْ مِنْ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَرُ
“Adakalanya orang berpuasa, yang tidak mendapatkan bagian (pahala) dari puasanya kecuali (hanya) lapar dan ada pula orang yang melakukan ibadah puasa di malam hari, yang tidak mendapatkan bagian (pahala) ibadahnya kecuali (sekadar) bangun malam (begadang)”. (HR Ahmad dari Abu Hurairah).
Ini menunjukkan betapa soal-soal tazkiyatun nafs benar-benar mewarnai diri manusia dalam ibadah puasa, sehingga tanpa membuat-buat syariat baru sesungguhnya apa yang datang dari syariat Rasulullah s.a.w. bila diresapi secara mendalam benar-benar telah mencukupi.
e. Qurban
Hal yang sama dijumpai pada ibadah qurban. Esensi utama qurban adalah ketaqwaan kepada Allah SWT yang berarti soal pembersihan jiwa dan bukan terbatas pada daging dan darah qurban.
Dan firman Allah SWT:
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu.dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”. (QS al-Hajj, 22: 37).
f. Zakat
Zakat yang merupakan salah satu rukun Islam, juga ibadah yang membersihkan jiwa. Zakat ini akan dapat membersihkan jiwa dari sifat kikir dan bakhil, serta membersihkan diri dari dosa-dosa.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ التوبة: ١٠٣
Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan (jiwa) mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah/9: 103)
Zakat fitri, shadaqah-shadaqah lain serta infak, baik wajib maupun sunat, semuanya juga merupakan ibadah yang membersihkan jiwa dan harta dari kotoran-kotaran dosa.
g. Haji
Demikian pula ibadah puasa, haji serta menyembelih hewan korbanpun adalah amaliah ibadah yang membersihkan jiwa.
Bahkan seluruh syi’ar yang disyari’atkan dalam Islam adalah amal ibadah yang berfungsi membersihkan jiwa menuju kebaikan, ketakwaan serta peribadatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala saja.
Kalau diteliti lagi masih banyak sekali ibadah dalam syariat Islam yang muara akhirnya adalah pembersihan jiwa. Dengan mengikuti apa yang diajarkan syari’at Islam, niscaya seorang muslim telah mendapatkan tazkiyatun nafs. Contohnya adalah para sahabat Rasulullah s.a.w.. Mereka adalah generasi yang –pada umumnya — paling dekat dengan zaman kenabian dan masih bersih pemahaman keagamaannya, karenanya mereka memiliki jiwa-jiwa yang suci lantaran ber-ittiba’ pada sunnah Rasululllah s.a.w. dan tanpa menciptakan cara-cara bid’ah dalam tazkiyatun nafs. Mereka mendapatkan kesucian jiwa tanpa harus menjadi seorang sufi yang hidup dengan syariat yang aneh-aneh dan ‘njelimet’ (rumit).
Bagi setiap muslim, ia harus berupaya menggapai aktivitas tazkiyatun nafs dari serangkaian ibadah yang dikerjakannya. Artinya, ibadah yang dilakukan jangan hanya menjadi gerak-gerak fisik yang kosong dari ruh keimanan dan taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah SWT.Sebaliknya, ibadah apapun yang kita kerjakan hendaknya juga bernuansa pembersihan jiwa. Dengan cara seperti inilah, insyâallâh kita bisa mencapai keberuntungan.
Dalam literatur tasawuf di kenal memiliki 8 kategori, dari kecenderungan paling dekat pada tindakan buruk sampai ke tingkat kedekatan kepada kelembutan Ilahi.
Namun,empat dari delapan kategori adalah An nafs amarah, lawwamah, mulhamah, dan muthmainnah.

1. An nafsu amarah
Kepribadian amarah adalah keptibadian yang cenderung pada tabiat jasad dan mengejar pada prinsip – prinsip kenikmatan (pleasure princible).Ia menari kalbu manusia untuk melakukan perbuatan perbuatan yang rendah yang sesuai dengan naluri primitifnya, sehingga ia merupakan tempat dan sumber kejelekan dan tingkah laku yang tercela. Firman Allah SWT :
ٳن ٲﻠﻨﻔﺱ ﻷﻤﺍ ﺭﺓ ﺒﺍ ﻠﻭﺀ ﺇﻻﻤﺍ ﺭﻴﻡ ﺭﺒﻲ
“ Sesungguhnya nafsu itu selalu menyerukan pada perbuatan buruk, kecuali nafsu yang di beri rahmat oleh Tuhannku” [QS. Yusuf : 53]
Kepribadian amarah adalah kepribadian di bawah sadar manusia. Sedangkan manusia yang berkepribadian amarah tidak saja merusak dirinya sendiri, tetapi juga merusak diri orang lain. Keberadaannya di tentukan oleh dua daya yaitu:
a. Daya syahwat yang selalu mengiginkan birahi, kesukaan diri, ingin tahu dan caampur tangan urusan orang lain.
b. Daya ghadab yang selalu mengiginkan tamak, serakah mencekal, berkelahi, ingin menguasai yang lain, keras kepala, sombong dan angkuh.
Kepribadian ammarah dapat beranjak ke pribadian yang baik apabila ia telah di beri rahmat oleh Allah SWT. Kepribadian ammarah menuju ke tingkat kepribadian yang lebih baik hanya dapat mencapai satu tingkat dari tingkatan kepribadian yang ada yaitu lawwamah.ini diperlukan latihan khisus untuk menekan daya nafsu dari hawa seperti puasa, sholat, berdo`a.
2. An nafsu lawwamah
Lawwamah berasal dari kata al – talum yang berarti al – taraddun ( bimbang dan ragu-ragu ). Dikatakan lawwamah karena sifatnya al-lawm yang berarti celaan kerena meninggalkan iman atau celaan karena berbuat maksiat dan meninggalkan ketaatan.
Kepribadian lawwamah adalah kepribadian yang telah memperoleh cahaya kalbu, lalu dia bangkit untuk memperbaiki kebimbangannya antara dua hal.
Kepribadian lawwamah berada dalam kebimbangan antara kepribadian ammarah dan kepribadian muthmainnah. Firaman Allah SWT:
ﻭﻻ ﺃﻘﺴﻡ ﺒﺍ ﺃﻠﻨﻔﺱ ﺃﻭﺍﻤﺔ
“ Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali “ [QS. al – Qiyamah : 2]
Kepribadian lawwamah merupakan kepribadian yang di dominasi oleh komponen akal, komponen yang bernatur insaniah, akal mengikuti prinsip kerja rasionalistik dan realistic yang membawa manusia pada tingkat ke sadaran.
Apabila akal di beri percikan nur kalbu maka fungsinya berubah menjadi baik. Al – Ghazali sendiri meskipun sangat mengutamakan pendekatan cita rasa, namun ia masih menggunakan kemampuan akal. Sedangkan menurut Ibn Sina, akal mampu mencapai pemahaman yang abstrak dan akal juga mampu mencapai akal mustafat.
Karena kedudukannya yang tidak stabil ini maka Ibn Qayyim sl – Jauziyah membagi kepribadian lawwamah menjadi dua bagian, yaitu:
a. Kepribadian Lawwamah malumah, Yaitu kepribadian lawwamah yang bodoh dan zalim.
b. Kepribadian Lawwamah ghayr malumah, Yaitu kepribadian yang mencela atas perbuatannya yang buruk dan berusaha untuk memperbaikinya.
3. An nafsu Mulhamah
Nafsu Mulhamah yaitu nafsu yang memperolrh ilham dari Allah SWT, dikaruniai ilmu pengetahuan.Ia telah dihiasi akhlak mahmudah (akhlak terpuji), dan ia merupakan sumber kesabaran, keuletan dan ketabahan. Pada tingkat ini nafsu itu telah terbuka kepada berbagai petunjuk (ilham) dari Allah SWT. Dengan itu pula seseorang telah memiliki sifat – sifat yang menunjukkan kepribadian yang kuat, sebagaimana yang di tunjukkan Allah SWT dalam surah as – Syams ayat 7-10:
“Dalam jiwa serta penyempurnaanya (ciptaannya), maka Allah SWT mengilhamkan pada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”


4. An nafsu Mutmainnah
Kepribadian mutmainnah adalah kepribadian yang telah di beri kesempurnaan nur kalbu, sehingga dapat meninggalkan sifat – sifat tercela dan tumbuh sifat – sifat yang baik.Kepribadian ini selalu berorientasi ke komponen kalbu untuk mendapat kesucian dan menghilangkan segala kotoranm sehingga dirinya menjadi tenang.Begitu tenangnya kepribadian ini sehingga dirinya menjadi tenang. Begitu tenangnya kepribadian ini sehingga ia di panggil oleh Allah SWT.
Firman Allah SWT:
ﻴﺍ ﺃﻴﺘﻬﺍ ﺍﻠﻨﻔﺱ ﺃﻠﻤﻁﻤﺌﻨﺔ ﺇﺭﺠﻌﻲ ﺇﻟﻰ ﺭﺒﻙ ﺭﺍﻀﻴﺔ
“Hai kepribadian yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya.” [QS. AL – Fajr : 27-28]
Kepribadian mutmainnah bersumber dari kalbu manusia, sebab hanya kalbu yang mampu merasakan thuma`ninah.Kepribadian muthmainnah merupakan kepribadian atas dasar atau supra kesadaran manusia.Dikatakan demikian sebab kepribadian ini merasa tenag dalam meneriama keyakinan fitrah yang dihujamkan pada ruh manusia di alam arwah dan kediaman di legitimasi oleh wahyu illahi.
Al- Ghazali menyatakan bahwa daya kalbu mampu mencapai pengetahuan melalui daya cita rasa dan kasyf.Sedangkan Ibn Khaldun menyatakan dalam muqadimat bahwa ruh kalbu itu di singgahi oleh ruh akal. Ruh akal secara substansi mampu mengetahui apa saja di alam amr, sebab ia berpotensi demikian.
Ada beberapa indikator yang bisa dijadikan acuan, sebagai bahan evaluasi apakah proses Tazkiyatun Nafs yang kita lakukan sudah berhasil atau belum. Indikator tersebut adalah sebagai berikut:
1. Iman bertambah kuat, bagus, dan kokoh. Tahan atas godaan syetan untuk menegakkan kebatilan.
2. Tumbuh semangat beramal shaleh di tengah masyarakat.
3. Mampu menahan hawa nafsu, yangmendoronguntukmenghalalkan segala cara dan merampas hak orang lain.
4. Mampu menghindarkan diri dari maksiat kepada Alloh. Sebaliknya melaksanakan ketaatan dalam segala bentuk persoalan.
5. Menerima takdir Alloh dan tidak membencinya, diawali dengan usaha terbaik.
6. Tidak pernah bosan beribadah kepada Alloh. Ber-dzikir saat bekerja, belajar dan lain sebagainya.
7. Tidak pernah jenuh menghadapi godaan syetan. Dalam dirinya takut jatuh saat melangkah hidup, baik di tengah maupun akhir hidupnya.
8. Kerjanya hanya berusaha mencari ridho Alloh. Kekayaan dan jabatan hanya sebagai sarana untuk mencapai rido Alloh, bukan sebagai tujuan utama hidup.
9. Mudah diberi nasehat, saat melakukan kesalahan.
10. Tidak pernah berhenti berdoa, dan menyadari atas kelemahaan diri atas-Nya.
11. Selalu bertaubat kepada Alloh atas kesalahan yang dilakukan selama beramal.
12. Mampu menghindari diri dari pekerjaan sia-sia.
13. Mengubah kejahatan dengan kebaikan.
Bagaimana cara untuk mewujudkan indikator di atas?, caranya adalah sebagai berikut:
1. Memperkuat keimanan secara terus menerus
2. Berusahan tidak melanggar perintah Alloh
3. Memelihara dan waspada diri terhadap adzab Alloh
4. Memelihara keikhlasan dan beribadah dan beramal
5. Mengutamakan / konsentrasi akhirat
6. Mengutamakan keridhoan Alloh atas segala-galanya.


DAFTAR PUSTAKA

http://tazkiyah-annafs.blogspot.com/2006/07/pentingnya-tazkiyatun-nafs.html
http://ustadzfaiz.com/?p=25
http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/?p=879
http://www.nasehatislam.com/?cat=48
http://www.akhlakislam.com/tazkiyatun-nafs.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar