Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat Allah dan harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan , wakil Allah di muka bumi, serta pengelolaan dan pemeliharaan alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang mandat Tuhan untuk mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat kreatif, yang memungkinkan dirinya serta mendayagunakan apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya.
Sebagai khalifah, manusia diberi wewenang berupa kebebasan memilih dan menentukan, sehingga kebebasannya melahirkan kreatifitas yang dinamis. Kebebasan manusia sebagai khalifah bertumpu pada landasan tauhidullah, sehingga kebebasan yang dimilikitidak menjadikan manusia bertindak sewenang-wenang.
Kekuasaan manusia sebagai wakil Tuhan dibatasi oleh aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu hokum-hukum Tuhan baik yang baik yang tertulis dalam kitab suci (al-Qur’an), maupun yang tersirat dalam kandungan alam semesta (al-kaun). Seorang wakil yang melanggar batas ketentuan yang diwakili adalah wakil yang mengingkari kedudukan dan peranannya, serta mengkhianati kepercayaan yang diwakilinya. Oleh karena itu, ia diminta pertanggungjawaban terhadap penggunaan kewenangannya di hadapan yang diwakilinya, sebagaimana firman Allah dalam QS 35 (Faathir : 39) yang artinya adalah :
“Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah dimuka bumi. Barang siapa yang kafir, maka (akibat) kekafiranorang-orang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lainhanyalah akan menambah kerugian mereka belaka”.
Manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah (QS 51:56, QS 2:21, QS 2:183, QS 63:8). Jika ia menunaikan tujuan penciptaannya maka ia akan menjadi insan yang bertakwa dan memperoleh kemuliaan sejati (al-‘izzah). Dengan kekhalifahan yang berwibawalah ia dapat menunaikan fungsinya dengan baik yaitu:
Pertama, tugas khalifah menerapkan seluruh hukum syariah Islam atas seluruh rakyat. Hal ini nampak dalam berbagai nash yang menjelaskan tugas khalifah untuk mengatur muamalat dan urusan harta benda antara individu muslim (QS Al-Baqarah:188, QS An-Nisaa`:58), mengumpulkan dan membagikan zakat (QS At-Taubah:103), menegakkan hudud (QS Al-Baqarah:179), menjaga akhlaq (QS Al-Isra`:32), menjamin masyarakat dapat menegakkan syiar-syiar Islam dan menjalankan berbagai ibadat (QS Al-Hajj:32), dan seterusnya.
Kedua, tugas khalifah mengemban dakwah Islamiyah ke seluruh dunia dengan jihad fi sabilillah. Hal ini nampak dalam banyak nash yang menjelaskan tugas khalifah untuk mempersiapkan pasukan perang untuk berjihad (QS Al-Baqarah:216), menjaga tapal batas negara (QS Al-Anfaal:60), memantapkan hubungan dengan berbagai negara menurut asas yang dituntut oleh politik luar negeri, misalnya mengadakan berbagai perjanjian perdagangan, perjanjian gencatan senjata, perjanjian bertetangga baik, dan semisalnya (QS Al-Anfaal:61; QS Muhammad:35).
Sabtu, 15 Januari 2011
Tanggung Jawab Manusia
Tanggungjawab Abdullah terhadap dirinya adalah memelihara iman yang dimiliki dan bersifat fluktuatif ( naik-turun ), yang dalam istilah hadist Nabi SAW dikatakan yazidu wayanqusu (terkadang bertambah atau menguat dan terkadang berkurang atau melemah).
Tanggung jawab terhadap keluarga merupakan lanjutan dari tanggungjawab terhadap diri sendiri. Oleh karena itu, dalam al-Qur’an dinyatakan dengan quu anfusakum waahliikum naaran (jagalah dirimu dan keluargamu, dengan iman dari neraka).
Allah dengan ajaranNya Al-Qur’an menurut sunah rosul, memerintahkan hambaNya atau Abdullah untuk berlaku adil dan ikhsan. Oleh karena itu, tanggung jawab hamba Allah adlah menegakkan keadilanl, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap keluarga. Dengan berpedoman dengan ajaran Allah, seorang hamba berupaya mencegah kekejian moral dan kenungkaran yang mengancam diri dan keluarganya. Oleh karena itu, Abdullah harus senantiasa melaksanakan solat dalam rangka menghindarkan diri dari kekejian dan kemungkaran (Fakhsyaa’iwalmunkar). Hamba-hamba Allah sebagai bagian dari ummah yang senantiasa berbuat kebajikan juga diperintah untuk mengajak yang lain berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran (Al-Imran : 2: 103). Demikianlah tanggung jawab hamba Allah yang senantiasa tunduk dan patuh terhadap ajaran Allah menurut Sunnah Rasul
Tanggung jawab terhadap keluarga merupakan lanjutan dari tanggungjawab terhadap diri sendiri. Oleh karena itu, dalam al-Qur’an dinyatakan dengan quu anfusakum waahliikum naaran (jagalah dirimu dan keluargamu, dengan iman dari neraka).
Allah dengan ajaranNya Al-Qur’an menurut sunah rosul, memerintahkan hambaNya atau Abdullah untuk berlaku adil dan ikhsan. Oleh karena itu, tanggung jawab hamba Allah adlah menegakkan keadilanl, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap keluarga. Dengan berpedoman dengan ajaran Allah, seorang hamba berupaya mencegah kekejian moral dan kenungkaran yang mengancam diri dan keluarganya. Oleh karena itu, Abdullah harus senantiasa melaksanakan solat dalam rangka menghindarkan diri dari kekejian dan kemungkaran (Fakhsyaa’iwalmunkar). Hamba-hamba Allah sebagai bagian dari ummah yang senantiasa berbuat kebajikan juga diperintah untuk mengajak yang lain berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran (Al-Imran : 2: 103). Demikianlah tanggung jawab hamba Allah yang senantiasa tunduk dan patuh terhadap ajaran Allah menurut Sunnah Rasul
Fungsi dan Peran Manusia
Di dalam Al Qur’an disebutkan fungsi dan peranan yang diberikan Allah kepada manusia.
• Menjadi abdi Allah. Secara sederhana hal ini berarti hanya bersedia mengabdi kepada Allah dan tidak mau mengabdi kepada selain Allah termasuk tidak mengabdi kepada nafsu dan syahwat. Yang dimaksud dengan abdi adalah makhluk yang mau melaksanakan apapun perintah Allah meski terdapat resiko besar di dalam perintah Allah. Abdi juga tidak akan pernah membangkang terhadap Allah. Hal ini tercantum dalam QS Az Dzariyat : 56“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu”
• Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada Allah bahwa hanya Dialah Tuhannya.Yang demikian dilakukan agar mereka tidak ingkar di hari akhir nanti. Sehingga manusia sesuai fitrahnya adalah beriman kepada Allah tapi orang tuanya yang menjadikan manusia sebagai Nasrani atau beragama selain Islam. Hal ini tercantum dalam QS Al A’raf : 172
• “Dan (ingatlah), keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):”Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Mereka menjawab:”Betul (Engkau Tuhan Kami),kami menjadi saksi”.(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:”Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini(keesaan Tuhan)”
• Khalifah Allah sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk berbuat sesuai dengan misi yang telah ditentukan Allah sebelum manusia dilahirkan yaitu untuk memakmurkan bumi. Khalifah yang dimaksud Allah bukanlah suatu jabatan sebagai Raja atau Presiden tetapi yang dimaksud sebagai kholifah di sini adalah seorang pemimpin Islam yang mampu memakmurkan alam dengan syariah-syariah yang telah diajarkan Rosulullah kepada umat manusia. Dan manusia yang beriman sejatilah yang mampu memikul tanggung jawab ini. Karena kholifah adalah wali Allah yang mempusakai dunia ini.
Sehingga seorang khalifah harus benar-benar memiliki akhlak Al Quran dan Al Hadis.
Dengan berpedoman pada QS Al Baqarah:30-36, maka status dasar manusia adalah sebagai khalifah (makhluk penerus ajaran Allah) sehingga manusia harus :
1. Belajar. Manusia sebagai khalifah harus mau belajar. Obyek belajar nya adalah ilmu Allah yang berwujud Al Quran dan ciptaanNya.Hal ini tercantum juga di dalam QS An Naml: 15-16 dan QS Al Mukmin: 54
2. Mengajarkan Ilmu. Khalifah yang telah diajarkan ilmu Allah maka wajib untuk mengajarkannya kepada manusia lain.Yang dimaksud dengan ilmu Allah adalah Al Quran dan juga Al Bayan
3. Membudayakan Ilmu. Ilmu Allah tidak hanya untuk disampaikan kepada manusia lain tetapi juga untuk diamalkan sehingga ilmu yang terus diamalkan akan membudaya. Hal ini tercantum pula di dalam QS Al Mu’min:35
Dari ketiga peran tersebut,maka semua yang dilakukan oleh khalifah harus untuk kebersamaan sesama umat manusia dan hamba Allah serta pertanggungjawabannya kepada Allah, diri sendiri, dan masyarakat.
• Menjadi abdi Allah. Secara sederhana hal ini berarti hanya bersedia mengabdi kepada Allah dan tidak mau mengabdi kepada selain Allah termasuk tidak mengabdi kepada nafsu dan syahwat. Yang dimaksud dengan abdi adalah makhluk yang mau melaksanakan apapun perintah Allah meski terdapat resiko besar di dalam perintah Allah. Abdi juga tidak akan pernah membangkang terhadap Allah. Hal ini tercantum dalam QS Az Dzariyat : 56“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu”
• Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada Allah bahwa hanya Dialah Tuhannya.Yang demikian dilakukan agar mereka tidak ingkar di hari akhir nanti. Sehingga manusia sesuai fitrahnya adalah beriman kepada Allah tapi orang tuanya yang menjadikan manusia sebagai Nasrani atau beragama selain Islam. Hal ini tercantum dalam QS Al A’raf : 172
• “Dan (ingatlah), keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):”Bukankah Aku ini Tuhanmu?”. Mereka menjawab:”Betul (Engkau Tuhan Kami),kami menjadi saksi”.(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:”Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini(keesaan Tuhan)”
• Khalifah Allah sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk berbuat sesuai dengan misi yang telah ditentukan Allah sebelum manusia dilahirkan yaitu untuk memakmurkan bumi. Khalifah yang dimaksud Allah bukanlah suatu jabatan sebagai Raja atau Presiden tetapi yang dimaksud sebagai kholifah di sini adalah seorang pemimpin Islam yang mampu memakmurkan alam dengan syariah-syariah yang telah diajarkan Rosulullah kepada umat manusia. Dan manusia yang beriman sejatilah yang mampu memikul tanggung jawab ini. Karena kholifah adalah wali Allah yang mempusakai dunia ini.
Sehingga seorang khalifah harus benar-benar memiliki akhlak Al Quran dan Al Hadis.
Dengan berpedoman pada QS Al Baqarah:30-36, maka status dasar manusia adalah sebagai khalifah (makhluk penerus ajaran Allah) sehingga manusia harus :
1. Belajar. Manusia sebagai khalifah harus mau belajar. Obyek belajar nya adalah ilmu Allah yang berwujud Al Quran dan ciptaanNya.Hal ini tercantum juga di dalam QS An Naml: 15-16 dan QS Al Mukmin: 54
2. Mengajarkan Ilmu. Khalifah yang telah diajarkan ilmu Allah maka wajib untuk mengajarkannya kepada manusia lain.Yang dimaksud dengan ilmu Allah adalah Al Quran dan juga Al Bayan
3. Membudayakan Ilmu. Ilmu Allah tidak hanya untuk disampaikan kepada manusia lain tetapi juga untuk diamalkan sehingga ilmu yang terus diamalkan akan membudaya. Hal ini tercantum pula di dalam QS Al Mu’min:35
Dari ketiga peran tersebut,maka semua yang dilakukan oleh khalifah harus untuk kebersamaan sesama umat manusia dan hamba Allah serta pertanggungjawabannya kepada Allah, diri sendiri, dan masyarakat.
Filsafat Ketuhanan
Tuhan dalam bahasa Arab disebut Ilah yang berarti “ma’bud” (yang disembah).Pengertian Tuhan berdasarkan Islam, ialah Dzat yang Yang Maha Esa, tidak ada lagi Tuhankecuali Dia. Beberapa ayat Al-Qur’an yang mengungkapkan tentang konsep dasar tentang ketuhanan antara lain sebagai berikut:
“Dan Tuahanmu adalah Tuhan yang Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang MahaPemurah lagi Maha Penyayang” (Al-Baqarah/2: 163).
Ayat ini mengindikasikan bahwa Allah Dzat Yang Maha Kuasa, yang menetapkan segala ketentuan untuk seluruh makhluk, Yang memiliki Kebesaran, Kesucian, Ketinggian dan hanya kepada-Nya manusia muslim menyembah dan memohon pertolongan. Dialah Allah yang menentukan syari’ah bagi umat manusia dengan wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad s.aw. sebagai agama. Wahyu ini membedakan antara agama Allah (revealed religion) dengan agama budaya yang dirumuskan oleh manusia (natural atau cultural religion). Pernyataan tersebut dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-An’am/6:102:
“(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu.” )
Di dalam ayat lain juga disebutkan pada surat al-Anbiya’/21:30
“(Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya”.)
Ayat ini dengan jelas telah mematahkan pandangan kaum naturalist yang menyatakan bahwa alam terjadi dengan sendirinya seperti apa yang sekarang ini. Pada hakikatnya semula langit dan bumi bersatu dan baru kemudian dipisahkan. Hal ini berarti bahwa keberadaan kosmos ini mempunyai awal, tidak seperti yang disangkakan oleh para ilmuan yang berpaham naturalisme seperti tersebut di atas.
Berbeda degan filsafat modren, para filosof pada abad tengah (medieval philosophists) yang banyak didominasi oleh pemikir-pemikir muslim, pemikiran filsafat tidak bisa dipisahkan dari konsep adanya Tuhan. Hampir dapat dikatakan bahwa sebagia besar failosof baik di dunia Islam, seperti al-Kindi, al-Farabi, Ib Zina, al-Gazali, Ibn Rusyd dan lain sebagainya, juga dari daratan Eropa, seperti Anselm, ThomasAquinas, Bonaventure dan lain sebagainya. Seluruhnya berbicara tentang dan mengakui adanya Tuhan, sehingga sulit untuk membedakan posisi mereka sebagai theolog dan sebagai failosof.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat (akal) tidak bertentangan dengan wahyu, sebagaimana yang selalu dinyatakan Ibn Rusyd melalui pendapatya yang sangat dikenal, yakni kesesuaian akal dengan wahyu. Apa yang diproduksi oleh akal manusia haruslah sesuai dengan yang diwahyukan Tuhan. al-Qur’an sangat banyak memotivasi mausia untuk menggunakan akalnya guna memikirkan ciptaan Allah. Dan orang-orang dalam golongan inilah yang akan memberikan pengakuan aka keagungan Tuhan, Yang Maha Pencipta dan Maha Suci dengan ciptaannya, sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Ali Imran/3:190-191.
“(Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”).
Islam menjauhkan sifat Tuhan dari citra manusia, karena manusia adalah makhluk dan setiap makhluk adalah baharu, sedangkan Allah bukan dzat yang baharu, tapi qadim (mukhalafatuhu li al-Hawadits)dalam hal ini citra Tuhan yang dihayalkan manusia, cenderung akan dibumbui dan dicampuri oleh sifat-sifat yang didasarkan kepada pengalaman dan akal manusia, sehingga Tuhan bersifat antropomorfis, karena manusia itu sendiri antroposentris. Hal tersebut dilukiskan dalam peristiwa teguran Nabi Ibrahim a.s kepada ayahnya yang menjadikan berhala sebagai Tuhan, bahkan hal tersebut dilukiskan dalam berbagai peristiwa yang terjadi ketika Nabi Ibrahim as. mencari Tuhan, sebagaimana terdapat dalam surat al-An’am/6:74-83.
“(Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar: "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata". Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat". Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar", maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)? Bagaimana aku takut kepada sembahan- sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?" Orang- orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”)
Islam sangat menentang isyrak atau mempersamakan Tuhan dengan sesuatu ciptaan-Nya atau makhluk-Nya. Dapat dipahami mengapa dalam kehidupan Ketuhanan secara filosofis tidak mewajibkan ibadah atau ketaatan kepada Allah secara menyeluruh dalam kehidupan manusia, yang diwajibkan olehnya, karena eksistensi Tuhan merupakan idea manusia. Manusialah yang menetapkan adanya Tuhan sekedar sebagai konsekwensi logis dari suatu perhitungan matematis ( mathematical locig) yang disimpulkan dari adanya makhluk. Jadi sangat potensial adalah potensi manusia. Ia merasa mampu merumuskan teori da konsep-konsep ilmu yang dirumuskannya dari data empiris atau logis rasionya dan kecenderungannya atau hawa nafsunya dan kepentingannya sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Jasiyah/45:23;
“(Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah
mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”).
Di sinilah letak perbedaan dasar hidup seorang muslim dan sebagai seorang sekuler, dalam pencapaian segala sesuatu tidak atas dasar pemecahan potensi manusia saja(rasa, karsa dan karya manusia), tetapi atas dasar adanya aspek lain yang sangat diperlukan oleh manusia sebagai landasan pemecahan soal-soal hidup ini, yakni keimanan dan keislaman kepada Allah Yang Maha Esa. Manusia dalam menentukan kebijaksanaan dan tindakan dalam hidup ini memerlukan pedoman dan petunjuk, sedangkan petunjuk yang memiliki kebenaran mutlak hanyalah petunjuk Allah swt. Maka oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa cara hidup muslim adalah tunduk kepada ketentuan dan kekuasaan Allah Yang Maha Esa
“Dan Tuahanmu adalah Tuhan yang Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang MahaPemurah lagi Maha Penyayang” (Al-Baqarah/2: 163).
Ayat ini mengindikasikan bahwa Allah Dzat Yang Maha Kuasa, yang menetapkan segala ketentuan untuk seluruh makhluk, Yang memiliki Kebesaran, Kesucian, Ketinggian dan hanya kepada-Nya manusia muslim menyembah dan memohon pertolongan. Dialah Allah yang menentukan syari’ah bagi umat manusia dengan wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad s.aw. sebagai agama. Wahyu ini membedakan antara agama Allah (revealed religion) dengan agama budaya yang dirumuskan oleh manusia (natural atau cultural religion). Pernyataan tersebut dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-An’am/6:102:
“(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu.” )
Di dalam ayat lain juga disebutkan pada surat al-Anbiya’/21:30
“(Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya”.)
Ayat ini dengan jelas telah mematahkan pandangan kaum naturalist yang menyatakan bahwa alam terjadi dengan sendirinya seperti apa yang sekarang ini. Pada hakikatnya semula langit dan bumi bersatu dan baru kemudian dipisahkan. Hal ini berarti bahwa keberadaan kosmos ini mempunyai awal, tidak seperti yang disangkakan oleh para ilmuan yang berpaham naturalisme seperti tersebut di atas.
Berbeda degan filsafat modren, para filosof pada abad tengah (medieval philosophists) yang banyak didominasi oleh pemikir-pemikir muslim, pemikiran filsafat tidak bisa dipisahkan dari konsep adanya Tuhan. Hampir dapat dikatakan bahwa sebagia besar failosof baik di dunia Islam, seperti al-Kindi, al-Farabi, Ib Zina, al-Gazali, Ibn Rusyd dan lain sebagainya, juga dari daratan Eropa, seperti Anselm, ThomasAquinas, Bonaventure dan lain sebagainya. Seluruhnya berbicara tentang dan mengakui adanya Tuhan, sehingga sulit untuk membedakan posisi mereka sebagai theolog dan sebagai failosof.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat (akal) tidak bertentangan dengan wahyu, sebagaimana yang selalu dinyatakan Ibn Rusyd melalui pendapatya yang sangat dikenal, yakni kesesuaian akal dengan wahyu. Apa yang diproduksi oleh akal manusia haruslah sesuai dengan yang diwahyukan Tuhan. al-Qur’an sangat banyak memotivasi mausia untuk menggunakan akalnya guna memikirkan ciptaan Allah. Dan orang-orang dalam golongan inilah yang akan memberikan pengakuan aka keagungan Tuhan, Yang Maha Pencipta dan Maha Suci dengan ciptaannya, sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Ali Imran/3:190-191.
“(Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”).
Islam menjauhkan sifat Tuhan dari citra manusia, karena manusia adalah makhluk dan setiap makhluk adalah baharu, sedangkan Allah bukan dzat yang baharu, tapi qadim (mukhalafatuhu li al-Hawadits)dalam hal ini citra Tuhan yang dihayalkan manusia, cenderung akan dibumbui dan dicampuri oleh sifat-sifat yang didasarkan kepada pengalaman dan akal manusia, sehingga Tuhan bersifat antropomorfis, karena manusia itu sendiri antroposentris. Hal tersebut dilukiskan dalam peristiwa teguran Nabi Ibrahim a.s kepada ayahnya yang menjadikan berhala sebagai Tuhan, bahkan hal tersebut dilukiskan dalam berbagai peristiwa yang terjadi ketika Nabi Ibrahim as. mencari Tuhan, sebagaimana terdapat dalam surat al-An’am/6:74-83.
“(Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar: "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata". Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat". Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar", maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali di kala Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya)? Bagaimana aku takut kepada sembahan- sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujjah kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui?" Orang- orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”)
Islam sangat menentang isyrak atau mempersamakan Tuhan dengan sesuatu ciptaan-Nya atau makhluk-Nya. Dapat dipahami mengapa dalam kehidupan Ketuhanan secara filosofis tidak mewajibkan ibadah atau ketaatan kepada Allah secara menyeluruh dalam kehidupan manusia, yang diwajibkan olehnya, karena eksistensi Tuhan merupakan idea manusia. Manusialah yang menetapkan adanya Tuhan sekedar sebagai konsekwensi logis dari suatu perhitungan matematis ( mathematical locig) yang disimpulkan dari adanya makhluk. Jadi sangat potensial adalah potensi manusia. Ia merasa mampu merumuskan teori da konsep-konsep ilmu yang dirumuskannya dari data empiris atau logis rasionya dan kecenderungannya atau hawa nafsunya dan kepentingannya sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Jasiyah/45:23;
“(Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah
mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”).
Di sinilah letak perbedaan dasar hidup seorang muslim dan sebagai seorang sekuler, dalam pencapaian segala sesuatu tidak atas dasar pemecahan potensi manusia saja(rasa, karsa dan karya manusia), tetapi atas dasar adanya aspek lain yang sangat diperlukan oleh manusia sebagai landasan pemecahan soal-soal hidup ini, yakni keimanan dan keislaman kepada Allah Yang Maha Esa. Manusia dalam menentukan kebijaksanaan dan tindakan dalam hidup ini memerlukan pedoman dan petunjuk, sedangkan petunjuk yang memiliki kebenaran mutlak hanyalah petunjuk Allah swt. Maka oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa cara hidup muslim adalah tunduk kepada ketentuan dan kekuasaan Allah Yang Maha Esa
Pendidikan islam Pendidikan seumur Hidup
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan.
Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah Al Qur’an dan As Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, diakui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life education).
Islam sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam (QS. Asy-Syura : 52).
Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.
Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini. Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Sebagai ajaran (doktrin), Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan. Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya
Dengan demikian, pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan. Karenanya secara epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten.
Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan.
Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbandingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.
(Red dari berbagai sumber)
Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah Al Qur’an dan As Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, diakui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life education).
Islam sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam (QS. Asy-Syura : 52).
Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.
Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini. Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Sebagai ajaran (doktrin), Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan. Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya
Dengan demikian, pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.
Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan. Karenanya secara epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten.
Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan.
Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbandingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.
(Red dari berbagai sumber)
Rabu, 12 Januari 2011
AMDAL
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang sering disingkat AMDAL, merupakan reaksi terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia yang semakin meningkat. Reaksi ini mencapai keadaan ekstrem sampai menimbulkan sikap yang menentang pembangunan dan penggunaan teknologi tinggi. Dengan ini timbullah citra bahwa gerakan lingkungan adalah anti pembangunan dan anti teknologi tinggi serta menempatkan aktivis lingkungan sebagai lawan pelaksana dan perencana pembangunan. Karena itu banyak pula yang mencurigai AMDAL sebagai suatu alat untuk menentang dan menghambat pembangunan.
Dengan diundangkannya undang-undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat, yaitu National Environmental Policy Act (NEPA) pada tahun 1969. NEPA mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1970. Dalam NEPA pasal 102 (2) (C) menyatakan, “Semua usulan legilasi dan aktivitas pemerintah federal yang besar yang akan diperkirakan akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan diharuskan disertai laporan Environmental Impact Assessment (Analsis Dampak Lingkungan) tentang usulan tersebut”.
AMDAL mulai berlaku di Indonesia tahun 1986 dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1086. Karena pelaksanaan PP No. 29 Tahun 1986 mengalami beberapa hambatan yang bersifat birokratis maupun metodologis, maka sejak tanggal 23 Oktober 1993 pemerintah mencabut PP No. 29 Tahun 1986 dan menggantikannya dengan PP No. 51 Tahun 1993 tentang AMDAL dalam rangka efektivitas dan efisiensi pelaksanaan AMDAL. Dengan diterbitkannya Undang-undang No. 23 Tahun 1997, maka PP No. 51 Tahun 1993 perlu disesuaikan. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1999, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999. Melalui PP No. 27 Tahun 1999 ini diharapkan pengelolaan lingkungan hidup dapat lebih optimal.
Pembangunan yang tidak mengorbankan lingkungan dan/atau merusak lingkungan hidup adalah pembangunan yang memperhatikan dampak yang dapat diakibatkan oleh beroperasinya pembangunan tersebut. Untuk menjamin bahwa suatu pembangunan dapat beroperasi atau layak dari segi lingkungan, perlu dilakukan analisis atau studi kelayakan pembangunan tentang dampak dan akibat yang akan muncul bila suatu rencana kegiatan/usaha akan dilakukan.
AMDAL adalah singkatan dari analisis mengenai dampak lingkungan. Dalam peraturan pemerintah no. 27 tahun 1999 tentang analisis mengenai dampak lingkungan disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain:
a. jumlah manusia yang terkena dampak
b. luas wilayah persebaran dampak
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung
d. banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak
e. sifat kumulatif dampak
f. berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak
________________________________________
AMDAL – Latar Belakang, Tujuan, Kegunaan, dan Dasar Pelaksanaannya.
Kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah, pengelolaan lingkungan hidup diselenggarakan atas tanggungjawab negara, asas pembangunan berkelanjutan, dan asas manfaat untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, yaitu terciptanya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dengan lingkungan, antara manusia dengan Tuhan yang Maha Esa, manusia dengan manusia; terjaminnya kepentingan generasi saat ini dan akan datang; tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup serta terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana.
Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), merupakan salah satu instrumen kebijaksanaan pengelolaan lingkungan. Pelaksanaan AMDAL terhadap sesuatu rencana usaha atau kegiatan dimaksudkan untuk mengetahui dampak besar dan penting, dan menetapkan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
Sesuai UU No. 23 tahun 1997 tersebut, dinyatakan bahwa kegiatan yang diprakirakan dapat menimbulkan suatu dampak besar dan penting pada lingkungan dan sekitarnya diwajibkan melakukan studi tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Peraturan pelaksanaa dari Undang-Undang ini dituangkan di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
CONTOH KASUS AMDAL DI INDONESIA
1. Pelaku usaha dan pemerintah daerah dinilai masih mengabaikan masalah lingkungan.Hal ini terlihat dari masih adanya kawasan industri di Semarang yang beroperasi tanpa terlebih dahulu memenuhi kewajiban stu di Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Selain itu, sejumlah industri di Semarang juga masih banyak yang belum secara rutin, yaitu enam bulan sekali, menyampaikan laporan kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Semarang. “Kalau sebuah kawasan industri sudah beroperasi sebelum melakukan studi Amdal, Bapedalda tidak bisa berbuat apa -apa.
Kami paling hanya bisa mengimbau, tapi tidak ada tindakan apa pun yang bisa kami lakukan. Terus terang, Bapedalda adalah instansi yang mandul,” kata Mohammad Wahyudin, Kepala Sub -Bidang Amdal, Bapedalda Semarang, Kamis (1/8), di Semarang. Wahyudin menceritakan, kawasan industri di Jalan Gatot Subroto, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, misalnya, sejak beroperasi dua tahun lalu hingga saat ini belum mempunyai Amdal.
Padahal, menurut Wahyudin, salah satu syarat agar sebuah kawasan industri bisa beroperasi ialah dipenuhinya kewajiban melaksanakan studi Amdal. “Bapedalda berkali -kali menelpon pengelola kawasan industri tersebut, menanyakan kelengkapan dokumen Amdal mereka. Namun, sampai sekarang, jangankan memperoleh jawaban berupa kesiapan membuat studi Amdal, bertemu pemilik kawasan itu saja belum pernah,” ujarnya. Wahyudin menyayangkan sikap pihak berwenang yang tetap memberikan izin kepada suatu usaha industri atau kawasan industri untuk beroperasi walau belum menjalankan studi Amdal.
Menurut dia, hal ini merupakan bukti bahwa bukan saja pengusaha yang tidak peduli terhadap masalah lingkungan, melainkan juga pemerintah daerah. Sikap tidak peduli terhadap masalah lingkungan juga ditunjukkan sejumlah pemilik usaha industri ataupun kawasan industri dengan tidak menyampaikan laporan rutin enam bulan sekali kepada Bapedalda. Wahyudin mengatakan, kawasan industri di Terboyo, misalnya, tidak pernah menyampa ikan laporan perkembangan usahanya, terutama yang diperkirakan berdampak pada lingkungan, kepada Bapedalda.
Hal serupa juga dilakukan pengelola lingkungan industri kecil (LIK) di Bugangan Baru. Keadaan tersebut, menurut Wahyudin, mengakibatkan Bapedalda tidak bisa mengetahui perkembangan di kedua kawasan industri tersebut. Padahal, perkembangan sebuah kawasan industry sangat perlu diketahui oleh Bapedalda agar instansi tersebut dapat memprediksi kemungkinan pencemaran yang bisa terjadi. Ia menambahkan, indu stri kecil, seperti industri mebel, sebenarnya berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Namun, selama ini, orang terlalu sering hanya menyoro ti industry berskala besar.
(Kompas, 2 Agustus 2002)
sejak dulu. Oleh karena itu, lanjutnya, petani juga tidak perlu wajib Amdal. (Kompas, 3 September 2001)
PROSES PENGAMBILAN DATA AMDAL
Selama ini, pusat perbelanjaan diserahi tugas membuat studi analisis mengenai dampak lingkungan. Untuk kebutuhan tersebut, mereka menggunakan jasa konsultan. Karena kebebasan itu, dokumen amdal umumnya baru diterima Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta, setelah pusat perbelanjaan men galami masalah, misalnya, akan dijual ke bank dan membutuhkan rekomendasi amdal . Padahal, sesuai prosedur, izin pembangunan pusat perbelanjaan baru diterbitkan setelah rekomendasi dari BPLHD DKI. Dokumen amdal di antaranya menyangkut aspek kimia, fisika, s osial, budaya,
kesehatan masyarakat, dan lalu lintas. “Amdal dibuat sendiri pusat perbelanjaan dengan bantuan dari konsultan. Seharusnya, sebelum izin pembangunan pusat perbelanjaan keluar, amdal itu masuk di tempat kami,” Kepala Subdinas Amdal BPLHD DKI Jakarta Ridwan Panjaitan, Rabu (16/7). “Selanjutnya, kami memberikan rekomendasi. Tetapi yang terjadi, amdal baru diserahkan setelah pusat perbelanjaan itu berdiri dan mengalami masalah yang membutuhkan rekomendasi dari BPLHD. Pemantauan Kompas, pusat perbelanjaan di Jakarta banyak yang dibangun pada jalur lalu lintas dalam kategori padat dengan ruas jalan sempit. Kehadiran pusat perbelanjaan itu menambah kemacetan di jalur
yang sudah padat tersebut. Begitu juga yang terjadi belakangan ini, pembangunan pusat perbelanjaan yang sedang dibangun terutama di jalur padat Jalan Sudirman menuju Gatot Subroto, dan Jalan Permata Hijau, yang sudah padat. Beberapa pusat perbelanjaan menambah kemacetan seperti Carrefour Jalan Sudirman, ITC Mangga Dua, ITC Cempaka Mas, ITC Roxi Mas, Mal Ambassador, dan Plaza Senayan. Ke depan, dikhawatirkan jika sudah beroperasi akan menambah beban kendaraan dan menyebabkan kemacetan. (Kompas, 17 juli 2003)
Prosedur AMDAL terdiri dari:
• Proses penapisan (screening) wajib AM DAL
• Proses pengumuman
• Proses pelingkupan (sopping)
• Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
• Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
• Persetujuan Kelayakan Lingkungan
Proses Penapisan
Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi wajib AMDAL adalah proses untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak. Di Indonesia, proses penapisan dilakukan dengan sistem penapisan satu langkah.
Ketentuan apakah suatu rencana kegiatan perlu menyusun dokumen AMDAL atau tidak dapat dilihat pada Keputusan Menteri Negara LH Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL.
Proses Pengumuman
Setiap rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat AMDAL wajib mengumumkan rencana kegiatannya kepada masyarakat sebelum pemrakarsa melakukan penyusunan AMDAL. Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa kegiatan.
Tata cara dan bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian saran, pendapat dan tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.
Proses Pelingkupan
Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang terkait dengan rencana kegiatan.
Tujuan pelingkupan adalah untuk menetapkan batas wilayah studi, mengidentifikasi dampak penting terhadap Iingkungan, menetapkan tingkat kedalaman studi, menetapkan lingkup studi, menelaah kegiatan lain yang terkait dengan rencana kegiatan yang dikaji. Hasil akhir dan proses pelingkupan adalah dokumen KA-ANDAL. Saran dan masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses pelingkupan.
Proses penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
Setelah KA-ANDAL selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Proses penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Sumber: Diintrepretasikan dari Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 tentang AMDAL
KEPEMIMPINAN
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan senantyasa berinteraksi dengan sesama manusiadidalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Di dalam proses berinteraksi itu manusia selalu terkait dengan dengan kehidupan kelompok dan organisasi. Kelompok dan organisasi itu sendiri akan dapat berkembangdan mencapai tujuan apabila unsur-unsur yang ada di dalamnya dapat menjalankan fungsinyamasing-masing. Salah satu pokok yang menentukan jalannya kelompok atau organisasi adalah pemimpin. Untk dapat menjalankan roda organisasi atau kelompok pemimpin harus tahu tentang kepemimpinan dan sifat-sifat kepemimipinan.
Istilah kepemimpinan telah banyak di definisikan oleh banyak orang. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kepemimpina adalah suatu seni atau proses mempengaruhi sekelompok orang sehingga mereka mau bekerja dengan sungguh-sungguh untuk meraih tujuan kelompok. (H. Koontz and Cyril O’Donnel, 1982).
2. Kepemimpinan adalah kemepuan untuk mengajak orang lain mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan penuh semangat. (Davis, 1977).
3. Kepemimpinan adalh kefiatan untuk mempengaruhi orang-orang agar supaya bekrja dengan ikhlas untuk mencapai tujuan bersama. (Terry, 1954).
Dan masih banyak lagi definisi tentang kepemimpinan, yang semua itu pada intinya dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan itu merupakan tindakan seorang peimimpinterhadap anggota kelompoknya dalam upaya mencapai tujauan bersama yang telah di tentukan.
Teori Kepemimpinan
Diantara sekian banyak teori kepemmipinan yang di kemukakan oleh para ahli, ada tiga teori kepemimipina yang cukup menonjol, yaitu :
• Teori Genetis
Inti dari toeri ini mengatakan bahwa “leaders are born and not made”. Menurut teori ini, seseorang akn jadi pemimpin apabila mereka dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinan. Dalam kondisi bagaimanapun, seseorang di tempakan, karena ia telah ditakdirkan sbagai seorang pemimpin, suatu kali kelak ia akan menjadi pemimpin.
• Teori Sosial
Inti dari teori sosial ini adalah bahwa “leaders are made not born”. Teori ini merupakan kebalikan teori genetis. Para penganut teori ini mengatakan bahwa setiap orang “bisa” menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.
• Teori ekologis
Menurut teori ini, teori genetis dan teori sosial tidaklah semunya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut muncul teori ekologis yang pada intinya seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila “ia” waktu dilahirkan telah membawa bakat-bakat kepemimpinan, bakat tersebut selanjutnya dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman-pengalaman yang memungkinkan untuk mengembangkan lebih lanjut bakat-bakat yang telah dimiliki.
Teori-teori diatas merupakan teori tentang munculnys seorang pemimpin. Dan teori ekologis di atas merupakan penggabungan segi-segi positif dari kedua teori sebelumnya dan dapat dikatakan mendekati kebenaran.
Sifat Kepemimpinan
Secara umum seorang pemimpin perlu memiliki sifat-sifat yang dapat mendukung keberhasilan memimpin dalam mengantisipasi macam-macam kondisi, yaitu :
Social sensivity, artinya dengan tepat dapat merasakan dan mengerti tingkah laku anggota kelompok dan peka terhadap kebutuhannya.
Behavioura / flexibility, artinya dapat menyesuaikan tingkah lakunya untuk mengadakan perubahan sesuai dengan kebutuhan dan situasi kelompok.
Sifat-sifat kepemimpinan itu tidak hanya didapatkan dari bakat sejak lahir, tetapi dapat juga di pelajari, sehingga memenuhi syarat sebagi pemimpin. Karena kepemimpinan yang di butuhkan pada masing-masing organisasi berbeda menurut tujuan jenis kegiatan dan besar kecilnya organisasi, maka sifat kepemimpinan yang dibutuhkanpun juga berbeda.
Sifat-sifat kepemimpinan yang dibutuhkan dalam dunia usaha adalah sebagi berikut :
a. Kesadaran akan perlunya memilikiilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Kemauan menghubungkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilki dengan tugasnya.
c. Kemantapan kemandirian.
d. Keyakinan untuk memegang teguh prinsip-prinsip kerja.
e. Kreativitas yang tinggi dalam melaksanakan tugas.
f. Kecermatan dalam melaksanakan tugas.
g. Keberanian moral untuk bertindak.
h. Kepribadian yang menarik.
i. Kecerdasan yang tinggi.
Menurut Terry (1960), kriteria yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah :
a. Kekuatan
pemimpinan harus memiliki kekuatan jasmani dan rohani.
b. Keseimbangan emosi
pemimpin harus dapat menguasi perasaannya dalam keadaan apapun yang dihadpai.
c. Pengeahuan tentang hubungan kemanusiaan
pemimpn harus mempunyai kemampuan untuk mengeahui sifat serta tingkah laku dalam pergaulan.
d. Motivasi pribadi
keinginan menjadi pemimpin harus datang dari dirinya sendiri sehingga dapat menimbulkan girah dalam bejerja.
e. Keckapan berkomunikasi
pemimpin harus pandai menyampaikan informasi dan maksut-maksutnya kepada pihak lain sehingga timbul kerjasama yang harmonis dengan orang lain.
f. Kecakapan mengajar
pemimpin yang baik adlah guru yang baik, sehingga pemimpin dibutuhkan kecakapan untuk mengajarkan sesuatu dengan memberi petunjuk maupun keteladanan bagi bawahannya.
g. Kecakapan bergaul
pemimpin harus mau bekerjasama dengan yang dipimpin, serta dapat menyesuaikan diri dengan mereka sehingga memperoleh kepercayaan dan kestiaan. Pemimpin juga harus dapat mengembangkan rasa saling menghargai dengan bawahannya.
h. Kemampuan taknis
pemimpin harus mempunyai kecakapan-kecakapan memimpin dalam hal ymerencana, mengorganisir, melimpahkan tugas, memberi nasihat membuat keputusan, mengawasi dan kerjasama.
Perilaku Kepemimpinan
Peranan pemimpin dapat d rumuskan sebagi suatu rangkaian perlaku tertentu untuk melaksanakan hak dan kewajibannya. Perilaku yang teratur itu terwujud karena posisinya dalam organisasi. Seorang pemimpin senantiasa akan selalu berinteraksi dengan lingkungan intern dan ekstern organisasi. Didalam organisasi ia berinteraksi dengan stafnya dan d luar organisasi ia akan berinteraksi dengan pemerintah dan masyarakat lainnya. Dengan demikian perilaku pemimpin menyangkut dua bidang utama yaitu perilaku yang berorientasi pada tugas dan perilaku yang berorientasi pada orang.
a. Perilaku yang berorientasi pada tugas
Perilaku ini menyangkut tugas penetapan sasaran,perencanaan dan mencapai sasaran. Seorang pemimpin yang berorientasi pada cenderung menunjukkan pola perlaku sebagai berikut :
1. Merumuskan dan menetapkan tujuan-tujuan yang sukar tetapi dapat di capai secara jelas.
2. Memberitahukan kepada orang lain apa yang diharapkan dari mereka.
3. Menentukan prosedur-prosedur yang rinci untuk mengukur kemajuan mencapai tujuan dan mengukur pencapaian tujuan itu.
4. Berminat mencapai produktivitas.
5. Melaksanakan peranan kepemimpinan secara aktif dalam merencanakan, mengarahkan, membimbing dan mengendalikan kegiatan yang berorientas pada tujuan.
Pemimpin yang kadar orentasinya rendah cenderung menjadi tidk aktif dalam mengarahkan perilaku yang berorientasi pada tujuan terutama perencanaan dan penjadwalan. Mereka cenderung bekerja seperti bawahan atau karyawan lain dan tidak membedakan peranan mereka sebagai pemimpin secara jelas.
Agar utjuan organisasi atau kelompok berhasil dengan baik, pemimpin harus melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik. Menurut sugandha (1981) tugas pemimpin secara garis besar adalah sebagai berikut :
• Memikul tanggung jawab.
Berarti keberhasilan dan kegagalan organisasi dalam mencapai tujuannya merupakan tanggumg jawab pemimpin.
• Mampu menumbuhkan skala prioritas kerja dalam rangka mencapai tujuan organisaasi.
• Mampu memikirkan perencanaan, pengorganisasian, pngarahan, pengawasan dan evaluasi yang berorientasi pada tujuan balik jangka pendek maupun jangka panjang organisasi.
• Mampu membuat keputusan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi organisasi.
• Mampu berkomunikasi dan bertindak persuasive untuk kerjasama dengan berbagai pihak luar guna mengembangkan jaringan kerja yang lebh luas.
• Mampu menjadi penghubung diantar staff kelompok-kelompok didalam organisasi.
• Mampu menjadi mediator dalm menyelesaikan konflik yang terjadi did lam organisasi.
Agar supaya pemimpin berhasil dalam menjalankan tugasnya, maka pemimpin harus mengetahui teknik perilaku kepemimpnan yang efektif yaitu :
1) Meberikan perintah
Perintah yang jelas, tegas, lengkap dan pantas.
Jangan memberikan perintah yang bertentangan.
Jangan memberikan perintah yang sekaligus banyak.
Memberikan pernyah dengan tulisan yang baik atau ucapan yang sopan.
2) Memberiksn teguran
Sebelum meberikan teguran, hendaknya mempunyai bukti atau fakta atau alas an.
Dilangsungkan secara labgsung dan rahasia.
Bertujuan untuk perbaikan tugas.
3) Memberikan pujian/penghargaan.
Meberikan penghargaan agar dapat mendorong kerja yang lebih baik dan menjadi contoh bagi yang lain.
Dengan penghargaan/pujian akan memberikan kepuasan atas hasil jerih payah kerjanya.
Dengan penghargaan/pujian bisa mempererat antara bawahan dan atasan.
4) Memelihara sikap baik.
Dengan memelihara sikap adil, tulus, ramah, jujur dan lainnya menimbulkan bawahan simpatik.
Mendorong situasi kerja yang dinamis.
5) Menerima saran dari bawahan.
Mau mendengarkan saran dari bawahan.
Mau mempertimbangkan saran dari bawahan.
Jika saran digunakan atau tidak digunakan diberitahukan kepada bawahan.
6) Memperkuat rasa persatuan
Menjalin hubungan yang erat.
Perlunya asa saling memiliki.
Perlunya memelihara perasaan satu.
Perlunya memelihara kebanggan dan kesetiaan pada organisasi.
7) Mengenalkan anggota baru.
Agar saling mengenal.
Menghindari rasa curiga.
Mendorong kerjasama.
8) Menciptakan disiplin kerja.
Perlunya informasi dan pengarahan aturan.
Memberikan contoh atau teladan.
Jika ada yang melanggar aturan agar dapat di ketahui masalahnya.
Disamping teknik-teknik di atas, untuk menjadi pemimpin yang efektif harus membekali dirinya dengan :
Ketrampilan teknis.
Ketrampilan kemanusiaan.
Ketramplan konseptual.
Ketrampilan mengambil keputusan.
b) Perilaku yang berorientasi pada orang lain.
Pemimpin yang berorientasi pada orang umumnya berpola perilaku sebagai berikut :
1. Perhatian yang besar terhadap terciptanya keharmonisan dalam berorganisasi.
2. Menciptakan komunikasi timbale balik antar karyawan.
3. Menciptakan suasana kerja sama dan gugus kerja dalam organisasi.
4. Menunjukkan pengertian dan ras hormat pada keputusan, tujuan, ide, dan perasaan pada karyawan.
5. Pendelegasian kekuasaan dan tanggung jawab serta mendorong inisiatif.
Perlu dicatat bahwa pemimpin yang berorientasi pada orang yang tinggi belum tentu orang ramah dan social, melainkan efektif dalam menangani berbagai macam orang. Mereka memiliki ketrampilan yang sangat baik dalam bidang hubungan antar manusia.
Dalam menghadapi situsai yang berkembang sangat cepat baik intern atau ekstern organisasi, pemimpin harus melakukan dua hal yaitu :
1. Learning by doing (belajar dari situasi yang dihadapi).
Seorang pemimpin harus proaktif mengikuti setiap perkembangan situasi terkini. Situasi yersebut hendaknya di jadikan acuan dalam mengambil setiap kebijakan.
2. Konsekwensinya terhadap pemimpin adlah harus mensikapi factor-fsktor eksternal yang muncul. Dalam dunia usaha, pemimpin/manager harus mapu mensikapi hal-hal berikut :
a. Marketing mix.
b. Kebijakan pemerintah dalam dunia usaha, dan
c. Dengan supplier atau lainnya.
Oleh karena itu setiap perkembangan situasi memerlukan cara yang berbeda dalm memimpin dan mengendalikan organisasi, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa situasi itu sendiri yang menciptakan gaya seorang pemimpin dalam memimpin organisasi atau kelompoknya (bawahannya).
Jumat, 07 Januari 2011
Tujuan Penciptaan Manusia
Ayat-ayat Al-Qur’an menunjukkan bahwa tujuan penciptaan manusia di dunia ini adalah untuk menguji mereka. Allah berfirman
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan Dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (AL-Insan : 2-3)"
Allah SWT telah menciptakan manusia dari setetes mani dan menghimpunnya menjadi sesosok manusia dan menganugerahinya kelebihan berupa fikiran dan nafsu untuk memberi mereka ujian yang sesungguhnya di dunia ini.
Adapun kedudukan manusia setelah menempuh ujian ini ada dua macam, dia dapat menjadi pribadi yang selalu bersyukur atau justru menjadi seorang yang kufur, dan masing-masing di antara keduanya akan mendapat balasan atas pilihan mereka.
Tujuan lain diciptakannya manusia adalah melaksanakan perintah Allah dan mengemban perintah syariat sebagai beban mereka dalam menempuh kehidupan. Allah berfirman
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
(Adz-Dzariyat : 56)"
Salah satu pengagungan yang didapat manusia atas beban tersebut adalah perintah Allah kepada malaikat untuk sujud kepada Adam AS. Dan sujud menunjukkan kepatuhan malaikat kepada Allah dalam membantu manusia memikul tanggung jawab di dunia.
Maka kita telah mengetahui tujuan dari penciptaan manusia. Allah tidaklah menciptakan sesuatu kecuali memiliki maksud dan tujuan khusus begitupula dengan penciptaan manusia yang tidak diciptakan sia-sia.
"Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami? (Al-Mukminun : 115)"
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. Al-Baqarah: 30)"
Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Manusia bertugas menyuburkan bumi dengan menjalankan syariat. Untuk menjalankan tugasnya itu manusia dilengkapi dengan perangkat yang sempurna. Perangkat itu dianugerahkan Allah secara bertahap, agar manusia dapat memiliki waktu untuk mengembangkan potensinya itu.
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan Dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (AL-Insan : 2-3)"
Allah SWT telah menciptakan manusia dari setetes mani dan menghimpunnya menjadi sesosok manusia dan menganugerahinya kelebihan berupa fikiran dan nafsu untuk memberi mereka ujian yang sesungguhnya di dunia ini.
Adapun kedudukan manusia setelah menempuh ujian ini ada dua macam, dia dapat menjadi pribadi yang selalu bersyukur atau justru menjadi seorang yang kufur, dan masing-masing di antara keduanya akan mendapat balasan atas pilihan mereka.
Tujuan lain diciptakannya manusia adalah melaksanakan perintah Allah dan mengemban perintah syariat sebagai beban mereka dalam menempuh kehidupan. Allah berfirman
"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
(Adz-Dzariyat : 56)"
Salah satu pengagungan yang didapat manusia atas beban tersebut adalah perintah Allah kepada malaikat untuk sujud kepada Adam AS. Dan sujud menunjukkan kepatuhan malaikat kepada Allah dalam membantu manusia memikul tanggung jawab di dunia.
Maka kita telah mengetahui tujuan dari penciptaan manusia. Allah tidaklah menciptakan sesuatu kecuali memiliki maksud dan tujuan khusus begitupula dengan penciptaan manusia yang tidak diciptakan sia-sia.
"Maka Apakah kamu mengira, bahwa Sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada kami? (Al-Mukminun : 115)"
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Q.S. Al-Baqarah: 30)"
Manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Manusia bertugas menyuburkan bumi dengan menjalankan syariat. Untuk menjalankan tugasnya itu manusia dilengkapi dengan perangkat yang sempurna. Perangkat itu dianugerahkan Allah secara bertahap, agar manusia dapat memiliki waktu untuk mengembangkan potensinya itu.
Konsepsi Manusia
Ada 3 teori dalam konsepsi manusia yaitu :
• Pertama yaitu Teori Evolusi.
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh seorang sarjana Perancis J.B de Lamarck yang menyatakan bahwa kehidupan berkembang dari tumbuh – tumbuhan menuju binatang dan dari binatang menuju manusia. Teori ini merupakan perubahan atau perkembangan secara berlahan – lahan dari tidak sempurna menjadi perubahan yang sempurna.
• Kedua yaitu Teori Revolusi
Teori revolusi ini merupakan perubahan yang amat cepat bahkan mungkin dari tidak ada menjadi ada. Teori ini sebenarnya merupakan kata lain untuk menanamkan
pandangan pencipta dengan kuasa Tuhan atas makhluk-Nya. Pandangan ini gabungan pemikiran dari umat manusia yang berbeda keyakinan yaitu umat Kristen dan umat Islam tentang proses kejadian manusia yang dihubungkan dengan keMaha Kuasaan Tuhan.
Dalam Ajaran Kristen dijumpai kisah kejadian manusia dalam surat Kejadian 1-11 dan 12-50 tentang kisah oleh Martinus dalam “ Bagaimana Agama Kristen Memandang teori Darwin “. Dalam ajaran Islam terbentuk opini dan tidak berlebihan jika dikatakan sebagai
keyakinan, bahwa manusia dan juga alam semesta tercipta secara cepat oleh Kuasa
Allah.Keyakinan tersebut merupakan hasil interpretasi dari ayat – ayat Al-Quran
dalam surat Al-Baqarah ayat 30 yang menjelaskan tetntang kejadian Adam yaitu “ Adam adalah suatu makhluk yang diciptakan dari tanah yang diambil dari berbagai jenis yang kemudian dicampur dengan air, dibentuk dan ditiupkan ruh kedalamnya, dan kemudian menjadi makhluk hidup”,serta Yasin ayat 82 yang berbunyi kun fayakun dengan arti “ jadilah maka terjadilah dia ”.
• Ketiga yaitu Teori Evolusi Terbatas.
Teori ini adalah gabungan pemikiran dari pihak-pihak agama yang berlandaskan dengan alasan-alasan serta pembuktian dari pihak sarjana penganut teori evolusi.
Seperti yang dikemukakan oleh FransDahler, yang mengakui bahwa tumbuh-tumbahan, binatang, dan manusia selama ribuan atau jutaan tahun yang benar-benar mengalami mutasi (perubahan) yang tidak sedikit.
Menurut RHA. Syahirul Alim cendekiawan Muslim ahli kimia menyatakan bahwa kita sebagai manusia harus merasa terhormat kalau diciptakan dari keturunan kera karena secara kimia molekul-molekul kera jauh lebih kompleks dibandingkan dengan tanah, karena tanah molekulnya lebih rendah keteraturannya. Menurut Al-Syaibani manusia dikelompokkan menjadi delapan definisi,antara lain :
1. Manusia sebagai makhluk Allah yang paling mulia dimuka bumi
2. Manusia sebagai khalifah dimuka bumi.
3. Insan manusia sebagai makhluk sosial yang berbahasa.
4. Insan yang mempunyai tiga dimensi yaitu badan, akal, dan ruh
5. Insan dengan seluruh perwatakannya dan ciri pertumbuhannya adalah hasil pencapaian dua factor, yaitu faktor warisan dan lingkungan.
6. Manusia mempunyai motivasi, kecenderungan, dan kebutuhan permulaan baik yang diwarisi maupun yang diperoleh dalam proses sosialisasi.
7. Manusia mempunyai perbedaan sifat antara yang satu dengan yang lainnya.
Penyebutan Nama dalam al-Quran
Manusia telah berupaya memahami dirinya selama beribu-ribu tahun. Tetapi gambaran yang pasti dan meyakinkan tak mampu mereka peroleh hanya dengan mengandalkan daya nalarnya yang subyektif. Oleh karena itu mereka memerlukan pengetahuan dari pihak lain yang dapat memandang dirinya secara lebih utuh. Allah Sang Pencipta telah menurunkan Kitab Suci al-Quran yang diantara ayat-ayat-Nya adalah gambaran-gambaran konkrit tentang manusia.
Penyebutan nama manusia dalam al-Quran tidak hanya satu macam. Berbagai istilah digunakan untuk menunjukkan berbagai aspek kehidupan manusia, diantaranya :
1) Dari aspek historis penciptaanya manusia disebut dengan Bani Adam :
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” Kata Bani Adam dalam al-Qur’an disebut sebanyak 7 kali.
2) Dari aspek biologis kemanusiaannya disebut dengan basyar yang mencerminkan sifat- sifat fisik-kimia-biologisnya :
“Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir diantara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah (Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia): (Orang) ini tidak lain hanyalah manusia (basyar) seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan dan meminum dari apa yang kamu minum” (al-Mukminun 33). Al-Quran menggunakan kata basyar sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna.
3) Dari aspek kecerdasannya disebut dengan insan yakni makhluk terbaik yang diberi akal sehingga mampu menyerap ilmu pengetahuan:
“Dia menciptakan manusia (insan). Mengajarnya pandai berbicara” (Ar-Rahman: 3-4) . Dalam al-Quran kata al-insan disebut di 65 tempat.
4) Dari aspek sosiologisnya menunjukkan annas yang menunjukkan sifatnya yang berkelompok sesama jenisnya.
“Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa” (Al-Baqarah: 21). Kata an-Nas dalam al-Quran disebut sebanyak ± 240 kali.
5) Dari aspek posisinya disebut ‘abdun (hamba) yang menunjukkan kedudukannya sebagai hamba Allah yang harus tunduk dan patuh kepada-Nya :
“Maka apakah mereka tidak melihat langit dan bumi yang ada di hadapan dan di belakang mereka?. Jika Kami menghendaki niscaya Kami benamkan mereka di bumi atau kami jatuhkan mereka gumpalan dari langit. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Tuhan) bagi setiap hamba yang kembali (kepada-Nya)” (Saba:9) Al-Quran menggunakan kata ‘abdun (hamba) ± 131 tempat.
6) Dari aspek sipat kemanusiaaan yang jinak25 dan beraab yang selalu diposisikan sebagai lawan dari kata jin yang bebas dari metafisis, dusebut al-ins. “Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan” (ar-Rahman (55): 33). Al-Quran menggunakan kata al-ins sebanyak 18 kali.
Aspek Historis Penciptaan
Al-Quran tidak memerinci secara kronologis penciptaan manusia menyangkut waktu dan tempatnya. Namun al-Quran menjelaskan jawaban yang sangat penting: Dari titik manakah kehidupan itu bermula. Ayat-ayat menegaskan bahwa asal usul manusia (bersifat) air. Hal ini dapat dimulai dari pembentukan alam semesta.
“Tidakkah orang-orang kafir itu melihat bahwa langit dan bumi disatukan, kemudian mereka Kami pisahkan dan Kami menjadikan setiap yang hidup dari air. Lantas akankah mereka tak beriman ?”(Al-Anbiya: 30).
Kenyataan air adalah komponen paling penting dari seluruh sel-sel hidup. Tanpa air, hidup menjadi tidak mungkin. Jika kemungkinan kehidupan pada planet lain diperbincangkan maka pertanyaan yang pertama selalu; adakah cukup air untuk mendukung kehidupan di tempat tersebut ? Data modern menunjukkan bahwa wujud hidup yang paling tua diperkirakan pada dunia tumbuh-tumbuhan. Ganggang telah ditemukan pada periode pra-Cambria, yaitu saat dikenalinya daratan yang paling tua. Organisme yang termasuk dalam dunia hewan diperkirakan muncul sedikit lebih kemudian; mereka muncul dari laut. Tentang asal usul kehidupan hewan, Allah SWT. Berfirman :
“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan (daabah) dari air.”(An-Nur: 45).
Kehadiran manusia sebagai makhluk bumi ditegaskan dalam ayat :
“Dan Allah menumbuhkan kamu sebagai suatu tumbuhan dari tanah (bumi) dan kemudian Dia akan mengembalikan kamu kepadanya, Dia akan mengeluarkan kamu lagi sebagai suatu keluaran baru.”(Nuh: 17-18).
Transformasi-transformasi morfologis terjadi dalam cara yang selaras dan seimbang berkat adanya suatu organisasi yang amat terencana, mengingat fenomena-fenomena tersebut terjadi dalam tahap-tahap yang berurutan. Al-Qur’an pertama kali berbincang tentang suatu “penciptaan” tetapi kemudian ia meneruskan dengan menguraikan suatu tahap kedua yang didalamnya Allah memberi bentuk kepada manusia. Maka tak diragukan lagi bahwa penciptaan organisasi morfologis manusia dilihat sebagai peristiwa-peristiwa yang berurutan.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami memberimu bentuk, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: Bersujudlah kamu kepada Adam.” (Al- A’raaf: 11).
“Ketika Tuhan mereka berfirman kepada para malaikat: “Aku hendak membentuk seorang manusia (basyar) dari lempung, dari lumpur yang diacu. Bila Aku telah membentuknya secara selaras dan meniupkan ke dalamnya ruh-Ku, maka sujudlah kepadanya” (Al-Hijr: 28-29).
Ayat lain menguraikan bagaimana bentuk selaras manusia didapat melalui adanya keseimbangan dan kompleksitas struktur. Kata kerja “rakkaba” dalam bahasa Arab berarti membuat sesuatu dari komponen-komponen” sebagaimana dalam ayat :
“(Tuhanlah) yang telah menciptakan kamu lalu membentukmu secara selaras dan dalam proporsi yang tepat, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia membuatmu dari komponen-komponen.”(Al-Infithar: 7-8).
Keberadaan suatu masyarakat manusia tidak selalu kokoh. Bisa saja suatu generasi masyarakat manusia dengan karakteristik tertentu lenyap kemudian digantikan oleh masyarakat lain yang masih merupakan keturunannya. Manusia modern yang ada sekarang ini merupakan bagian dari proses pergantian masyarakat tersebut.
“Jika (Dia) menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu dan menggantimu dengan yang dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia telah menjadikan kamu dari keturunan orang-orang lain.”(Al-An’am: 133).
Komponen Biologis
Manusia adalah makhluk bumi. Manusia dibentuk dari komponen-komponen yang dikandung di dalam tanah. Gambaran ini dengan sangat jelas diuraikan dalam berbagai ayat yang menunjukkan komponen-komponen pembentuk tersebut dengan berbagai nama :
“Dia telah menyebabkan kamu tumbuh dari bumi.”(Huud: 61).
Ayat-ayat lain menyebutkan manusia dibentuk dari :
1). Thuraab, yaitu tanah gemuk sebagaimana disebut dalam ayat :
“Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya, sedang dia bercakap-cakap dengannya : “ Apakah kamu kafir kepada Tuhan Yang Menciptakan kamu dari tanah (thuraab), kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna ? “ Al- Kahfi: 37).
2). Thiin, yaitu tanah lempung sebagaimana ayat :
“(Tuhan) memulai penciptaan manusia dari lempung. “As-Sajdah: 7).
Dalam ayat ini al-Quran menyebut kata badaa yang berarti memulai. Ini menunjukkan adanya awal suatu penciptaan dari thiin. Hal ini jelas bermakna tahap yang lain akan segera mengikuti.
3). Thiinul laazib, yaitu tanah lempung yang pekat sebagaimana disebut dalam ayat:
“Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): “Apakah mereka yang lebih kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah kami ciptakan itu ? ” Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dari tanah liat (thiinul laazib).” (As-Shafat: 11).
4). Shalshalun, yaitu lempengan yang dikatakan kalfakhhar (seperti tembikar). Citra di ayat ini menunjukkan bahwa manusia “dimodelkan”.
5). Shalshalun min hamain masnuun (lempung dari lumpur yang dicetak / diberi bentuk) sebagaimana disebut dalam ayat :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. (Al-Hijr: 26).
6). Sulaalatun min thiin, yaitu dari sari pati lempung. Sulaalat berarti sesuatu yang disarikan dari sesuatu yang lain.
7). Air yang dianggap sebagai asal usul seluruh kehidupan sebagaimana disebut dalam ayat :
“Dan Dia (Allah) pula yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia (Allah) jadikan manusia itu punya keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa” (Al- Furqan: 54).
Ruh dan Nafs
Ruh adalah salah satu komponen penting yang menentukan ciri kemanusiaan manusia. Setelah proses-proses fisik berlangsung dalam penciptaan manusia, pemasukan roh menjadi unsur penentu yang membedakan manusia dengan dunia hewan. Sebagaimana banyak dari aspek fisik manusia yang hakekatnya belum diketahui manusia, ruh merupakan misteri besar yang dihadapi manusia.
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan) Ku, maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.”(Shaad: 7-12).
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusa Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (al-Israa: 85).
Ruh adalah getaran ilahiyah yaitu getaran sinyal ketuhanan sebagaimana rahmat, nikmat, dan hikmah yang kesemuanya sering terasakan sentuhannya, tetapi sukar dipahami hakekatnya. Sentuhan getaran ruhaniyah itulah yang menyebabkan manusia dapat mencerna nilai-nilai belas kasih, kejujuran, kebenaran, keadilan dan sebagainya.
Istilah nafs banyak tersebar dalam al-Quran. Meski termasuk dalam wilayah abstrak yang sukar dipahami, istilah nafs memiliki pengertian yang sangat terkait dengan aspek fisik manusia. Gejolak nafs dapat dirasakan menyebar ke seluruh bagian tubuh manusia karena tubuh manusia merupakan kumpulan dari bermilyar-milyar sel hidup yang saling berhubungan. Nafs bekerja sesuai dengan bekerjanya sistem biologis manusia.
“Allah memegang jiwa (nafs) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya. Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir” (Az-Zumar: 42).
Hubungan antara nafs dan fisik manusia demikian erat meski sukar untuk diketahui dengan pasti bagaimana hubungan itu berjalan. Dua hal yang berbeda, mental dan fisik dapat menjalin interrelasi sebab akibat. Kesedihan dapat menyebabkan mata mengeluarkan cairan, kesengsaraan membuat badan kurus. Dikenal pula istilah psikosomatik, yaitu penyakit-penyakit fisik yang disebabkan oleh masalah kejiwaan. Perpisahan antara nafs dan fisik disebut maut dan ini adalah peristiwa yang paling misterius dalam kehidupan manusia sebelum ia menjumpai peristiwa-peristiwa lainnya di dunia yang lain pula.
..... “langkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang dzalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata): Keluarkanlah nafsmu....”(al-An’am: 93).
Tiap-tiap nafs akan merasakan mati. (Ali Imran: 185).
Fitrah Manusia: Hanif dan Potensi Akal, Qalb dan Nafsu.
Kata fitrah merupakan derivasi dari kata fathara, artinya ciptaan26, suci, dan seimbang. Louis Ma’luf dalam kamus Al-Munjid (1980:120) menyebutkan bahwa fitrah adalah sifat yang ada pada setiap yang ada pada awal penciptaannya, sifat alami manusia, agama, sunnah. Menurut Imam Al-Maraghi (1974:200) fitrah adalah kondisi dimana Allah menciptakan manusia yang menghadapkan dirinya kepada kebenaran dan kesiapan untuk menggunakan pikirannya. Dengan demikian arti fitrah dari segi bahasa dapat diartikan sebagai kondisi awal suatu ciptaan atau kondisi awal manusia yang memiliki potensi untuk mengetahui dan cenderung kepada kebenaran (hanif). Fitrah dalam arti hanif ini sejalan dengan isyarat al- Quran :
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”(Ar-Rum: 30).
Fitrah dalam arti penciptaan tidak hanya dikaitkan dengan arti penciptaan fisik, melainkan juga dalam arti ruhaniah, yaitu sifat-sifat dasar manusia yang baik. Karena itu fitrah disebutkan dalam konotasi nilai. Lahirnya fitrah sebagai nilai dasar kebaikan manusia itu dapat dirujukan kepada ayat :
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : Bukankah Aku ini Tuhanmu ? Mereka menjawab : Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan : Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).”(al-A’raf: 172).
Ayat di atas merupakan penjelasan dari fitrah yang berarti hanif (kecenderungan kepada kebaikan) yang dimiliki manusia karena terjadinya proses persaksian sebelum digelar ke muka bumi. Persaksian ini merupakan proses fitrah manusia yang selalu memiliki kebutuhan terhadap agama (institusi yang menjelaskan tentang Tuhan), karena itu dalam pandangan ini manusia dianggap sebagai makhluk religius. Ayat di atas juga menjadi dasar bahwa manusia memiliki potensi baik sejak awal kelahirannya. Ia bukan makhluk amoral, tetapi memiliki moral. Juga bukan makhluk yang kosong seperti kertas putih sebagaimana yang dianut para pengikut teori tabula rasa.
Fitrah dalam arti potensi, yaitu kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi yang dimiliki manusia tersebut dapat dikelompokkan kepada dua hal, yaitu potensi fisik dan potensi ruhaniah. Potensi fisik manusia telah dijelaskan pada bagian yang lalu, sedangkan potensi ruhaniah adalah akal, qalb dan nafsu. Akal dalam pengertian bahasa Indonesia berarti pikiran, atau rasio. Harun Nasution (1986) menyebut akal dalam arti asalnya (bahasa Arab), yaitu menahan, dan orang ‘aqil di zaman jahiliyah yang dikenal dengan darah panasnya adalah orang yang dapat menahan amarahnya dan oleh karenanya dapat mengambil sikap dan tindakan yang berisi kebijaksanaan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Senada dengan itu akal dalam al-Quran, akal diartikan dengan kebijaksanaan (wisdom), intelegensia (intelligent) dan pengertian (understanding). Dengan demikian di dalam al- Quran akal diletakkan bukan hanya pada ranah rasio tapi juga rasa, bahkan lebih jauh dari itu jika akal diartikan dengan hikmah atau bijaksana.
Alqalb berasal dari kata qalaba yang berarti berubah, berpindah atau berbalik27 dan menurut ibn Sayyidah (Ibn Manzur: 179) berarti hati. Musa Asyari (1992) menyebutkan arti alqalb dengan dua pengertian, yang pertama pengertian kasar atau fisik, yaitu segumpal daging yang berbentuk bulat panjang, terletak di dada sebelah kiri, yang sering disebut jantung. Sedangkan arti yang kedua adalah pengertian halus yang bersifat ketuhanan dan rohaniah yaitu hakekat manusia yang dapat menangkap segala pengertian, berpengetahuan dan arif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akal digunakan manusia dalam rangka memikirkan alam sedangkan mengingat Tuhan adalah kegiatan yang berpusat pada qalbu. Keduanya merupakan kesatuan daya rohani untuk dapat memahami kebenaran sehingga manusia dapat memasuki suatu kesadaran tertinggi yang bersatu dengan kebenaran Ilahi.
Adapun nafsu 28 (bahasa Arab al-hawa, dalam bahasa Indonesia sering disebut hawa nafsu) adalah suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keinginannya. Dorongan- dorongan ini sering disebut dengan dorongan primitif, karena sifatnya yang bebas tanpa mengenal baik dan buruk. Oleh karena itu nafsu sering disebut sebagai dorongan kehendak bebas. Dengan nafsu manusia dapat bergerak dinamis dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Kecenderungan nafsu yang bebas tersebut jika tidak terkendali dapat menyebabkan manusia memasuki kondisi yang membahayakan dirinya. Untuk mengendalikan nafsu manusia menggunakan akalnya sehingga dorongan-dorongan tersebut dapat menjadi kekuatan positif yang menggerakkan manusia ke arah tujuan yang jelas dan baik. Agar manusia dapat bergerak ke arah yang jelas, maka agama berperan untuk menunjukkan jalan yang akan harus ditempuhnya. Nafsu yang terkendali oleh akal dan berada pada jalur yang ditunjukkan agama inilah yang disebut an-nafs al muthmainnah yang diungkapkan al- Quran:
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai- Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga- Ku.
(al-Fajr: 27-30).
Dengan demikian manusia ideal adalah manusia yang mampu menjaga fitrah (hanif)nya dan mampu mengelola dan memadukan potensi akal, qalbu, dan nafsunya secara harmonis.
Persamaan Manusia dengan Makhluk lain
• Semua makhluk termasuk manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT.
• Tujuan penciptaannya adalah hanya untuk beribadah kepada Allah.
• Semua makhluk akan kembali kepada Allah
• Dan tiap-tiap makhluk ada di dalam penjagaan dan pengawasan Allah.
Perbedaan Manusia dengan Makhluk lain
Manusia diberi kelebihan atas makhluk Allah yang lain ,dalam berbagai segi. Ia memiliki karakter yang khusus dengan karunia Allah agar mampu mengemban amanah yang dibebankan kepadanya didunia. Kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lain adalah:
a) Dalam segi Penciptaan
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dinyatakan Allah sebagai sebaik-baik penciptaan (Ahsanuttaqwim) sebagaimana firman-Nya :
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalm bentuk sebaik-baiknya( At Tiin : 4)
Kita dapat membandingkan setiap organ tubuh manusia dengan makhluk lain, tentu lebih sempurna. Perhatikan organ dalam manusia seperti jantung, ginjal, paru-paru, semuanya memiliki peran yang lebih sempurna dibandingkan dengan binatang jenis apapun. Termasuk organ tubuh lainnya seperti tangan, kaki, mata, telinga dan lain sebagainya semua serba lebih sempurna .
b) Dalam segi Ilmu
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat menyerap ilmu dan sekaligus mengembangkannya. Hal ini tak mungkin terjadi pada makhluk lain. Hewan hanya memiliki instink , sehingga segala gerak dan perbuatannya merupakan sekedar instinktif. Meskipun hewan mampu dilatih untuk suatu hal tertentu , namun itu juga sekedar instink dan bukan ilmu sehingga ia tak dapat mengembangkannya.
Allah yang Maha Berilmu telah menetapkan dan mengajarkan ilmu-ilmu kepada manusia, sebagaimana firman-Nya :
“ Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya “ (Al Baqarah :31)
c) Dalam segi Kehendak
Manusia adalah makhluk yang bebas berhendak. Ia dapat memilih jalan yang baik, dapat pula memilih jalan yang sesat. Sekedar ilmu, belum tentu bias mengarahkan orang kepada kebaikkan . yang bias menjadi baik hanya karena ilmunya, tanpa dibarengi kehendak yang kuat untuk menjadikan dirinya baik.
Allah berfirman:
“Sesunggunya Kami telah menunjukkannya (manusia ) jalan yang lurus, ada yang bersyukur ada pula yang kufur” (Al Insan : 73)
Manusia memiliki banyak kemungkinan dan peluang dalam menyelesaikan satu masalah tertentu, sebab ia memilki kehendak (iradah). Menentukan jalan hidup, manusia banyak pilihan, sehingga ada yang memilih jalan Islam, ada pula yang kufur. Hewan hanya memiliki satu peluang dan kesempatan untuk menghadapi satu masalah tertentu, sebab pada dasarnya hewan tidak memiliki kehendak. Demikianpun para malaikat , hanya memiliki kemungkinan satu-satunya yakni taat kepada Allah atas perintah yang diberikan kepada mereka.
d) Dalam segi Posisi/kedudukan
Allah memberikan kedudukan yang tinggi kepada manusia diantara makhluk lainnya di bumi, yakni ia sebagai pemimpin. Sehingga manusia dapat memanfaatlkan alam semesta ini untuk keperluan hidupnya , sebagaimana firman Allah :
“ Tidak kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi “ (Luqman : 20)
Dalam ayat lain , Allah berfirman :
“Dialah (Allah) yang menjadikan segala apa yang ada di bumi untuk kamu “
(Al Baqarah : 9)
Segala yang di alam ini telah disediakan Allah untuk kepentingan manusia karena memang manusialah yang bertugas memakmurkan bumi.
Firman Allah :
“ Dia telah menciptakan kamu dari bumi(tanah) dan menjadikan sebagai pemakmurnya ( Hud : 61)
Dengan ilmu yang dimilikinya, manusia dapat memanfaatkan segala sesuatu di alam ini sehingga bermanfaat untuk kemakmuran bersama.
e) Dalam segi Kemampuan Akal, Pengamatan, Intuisi dan Imajinasi
Hanya manusia yang memilki kemampuan akal , dengannya dapat berfikir, melakukan pengamatan dan menyimpulkan . Manusia juga berkembang daya intuisi dan imajinasinya . Ia bisa mengkhayalkan sesuatu yang belum pernah terjadi. Akalnya berkembang menjadi sarana berkembangnya ilmu dan teknologi. Begitu pula kemampuan imajinasinya akan berkembang sehingga mengembangkan kreatifitas dalam berkarya. Hal ini semua tidak terjadi pada binatang.
f) Dalam segi tendensi moral
Manusia memiliki peluang untuk dibentuk menjadi baik ataupun buruk. Bahkan dapat juga berperan ganda sebagaimana orang munafiq di satu sisi ia kelihatan baik namun ternyata ia adalah orang yang berniat jahat. Berbagai macam sifat dan sikap dapat ia miliki sekaligus . Tampak betul dalam segi ini manusia memang berbeda dengan binatang . Binatang sulit atau bahkan tidak dapat dibentuk dengan sifat dan karakter yang bermacam-macam padanya. Sebab ia tidak memilki kelengkapan tendensi yang memungkinkan untuk dapat bersifat menjadi seperti baik atau menjadi buruk. Demikianlah antara lain , keistimewaan manusia dibandingkan makhluk ciptaan Allah yang lain. Manusia diciptakan oleh Allah dengan kelebihan tertentu atas makhluk lain, namun jika ia keliru mengambil jalan hidup, ia bisa mencapai derajat yang lebih rendah ketimbang binatang sekalipun. Sebagaimana yang telah Allah sifatkan kepada orang-orang yang lalai dari jalan Allah:
“ Mereka itu seperti binatang ternak , bahkan mereka lebih seat lagi. Merekalah orang-orang yang lalai” ( Al-A'raf : 179).
• Pertama yaitu Teori Evolusi.
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh seorang sarjana Perancis J.B de Lamarck yang menyatakan bahwa kehidupan berkembang dari tumbuh – tumbuhan menuju binatang dan dari binatang menuju manusia. Teori ini merupakan perubahan atau perkembangan secara berlahan – lahan dari tidak sempurna menjadi perubahan yang sempurna.
• Kedua yaitu Teori Revolusi
Teori revolusi ini merupakan perubahan yang amat cepat bahkan mungkin dari tidak ada menjadi ada. Teori ini sebenarnya merupakan kata lain untuk menanamkan
pandangan pencipta dengan kuasa Tuhan atas makhluk-Nya. Pandangan ini gabungan pemikiran dari umat manusia yang berbeda keyakinan yaitu umat Kristen dan umat Islam tentang proses kejadian manusia yang dihubungkan dengan keMaha Kuasaan Tuhan.
Dalam Ajaran Kristen dijumpai kisah kejadian manusia dalam surat Kejadian 1-11 dan 12-50 tentang kisah oleh Martinus dalam “ Bagaimana Agama Kristen Memandang teori Darwin “. Dalam ajaran Islam terbentuk opini dan tidak berlebihan jika dikatakan sebagai
keyakinan, bahwa manusia dan juga alam semesta tercipta secara cepat oleh Kuasa
Allah.Keyakinan tersebut merupakan hasil interpretasi dari ayat – ayat Al-Quran
dalam surat Al-Baqarah ayat 30 yang menjelaskan tetntang kejadian Adam yaitu “ Adam adalah suatu makhluk yang diciptakan dari tanah yang diambil dari berbagai jenis yang kemudian dicampur dengan air, dibentuk dan ditiupkan ruh kedalamnya, dan kemudian menjadi makhluk hidup”,serta Yasin ayat 82 yang berbunyi kun fayakun dengan arti “ jadilah maka terjadilah dia ”.
• Ketiga yaitu Teori Evolusi Terbatas.
Teori ini adalah gabungan pemikiran dari pihak-pihak agama yang berlandaskan dengan alasan-alasan serta pembuktian dari pihak sarjana penganut teori evolusi.
Seperti yang dikemukakan oleh FransDahler, yang mengakui bahwa tumbuh-tumbahan, binatang, dan manusia selama ribuan atau jutaan tahun yang benar-benar mengalami mutasi (perubahan) yang tidak sedikit.
Menurut RHA. Syahirul Alim cendekiawan Muslim ahli kimia menyatakan bahwa kita sebagai manusia harus merasa terhormat kalau diciptakan dari keturunan kera karena secara kimia molekul-molekul kera jauh lebih kompleks dibandingkan dengan tanah, karena tanah molekulnya lebih rendah keteraturannya. Menurut Al-Syaibani manusia dikelompokkan menjadi delapan definisi,antara lain :
1. Manusia sebagai makhluk Allah yang paling mulia dimuka bumi
2. Manusia sebagai khalifah dimuka bumi.
3. Insan manusia sebagai makhluk sosial yang berbahasa.
4. Insan yang mempunyai tiga dimensi yaitu badan, akal, dan ruh
5. Insan dengan seluruh perwatakannya dan ciri pertumbuhannya adalah hasil pencapaian dua factor, yaitu faktor warisan dan lingkungan.
6. Manusia mempunyai motivasi, kecenderungan, dan kebutuhan permulaan baik yang diwarisi maupun yang diperoleh dalam proses sosialisasi.
7. Manusia mempunyai perbedaan sifat antara yang satu dengan yang lainnya.
Penyebutan Nama dalam al-Quran
Manusia telah berupaya memahami dirinya selama beribu-ribu tahun. Tetapi gambaran yang pasti dan meyakinkan tak mampu mereka peroleh hanya dengan mengandalkan daya nalarnya yang subyektif. Oleh karena itu mereka memerlukan pengetahuan dari pihak lain yang dapat memandang dirinya secara lebih utuh. Allah Sang Pencipta telah menurunkan Kitab Suci al-Quran yang diantara ayat-ayat-Nya adalah gambaran-gambaran konkrit tentang manusia.
Penyebutan nama manusia dalam al-Quran tidak hanya satu macam. Berbagai istilah digunakan untuk menunjukkan berbagai aspek kehidupan manusia, diantaranya :
1) Dari aspek historis penciptaanya manusia disebut dengan Bani Adam :
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” Kata Bani Adam dalam al-Qur’an disebut sebanyak 7 kali.
2) Dari aspek biologis kemanusiaannya disebut dengan basyar yang mencerminkan sifat- sifat fisik-kimia-biologisnya :
“Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir diantara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah (Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia): (Orang) ini tidak lain hanyalah manusia (basyar) seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan dan meminum dari apa yang kamu minum” (al-Mukminun 33). Al-Quran menggunakan kata basyar sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna.
3) Dari aspek kecerdasannya disebut dengan insan yakni makhluk terbaik yang diberi akal sehingga mampu menyerap ilmu pengetahuan:
“Dia menciptakan manusia (insan). Mengajarnya pandai berbicara” (Ar-Rahman: 3-4) . Dalam al-Quran kata al-insan disebut di 65 tempat.
4) Dari aspek sosiologisnya menunjukkan annas yang menunjukkan sifatnya yang berkelompok sesama jenisnya.
“Wahai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa” (Al-Baqarah: 21). Kata an-Nas dalam al-Quran disebut sebanyak ± 240 kali.
5) Dari aspek posisinya disebut ‘abdun (hamba) yang menunjukkan kedudukannya sebagai hamba Allah yang harus tunduk dan patuh kepada-Nya :
“Maka apakah mereka tidak melihat langit dan bumi yang ada di hadapan dan di belakang mereka?. Jika Kami menghendaki niscaya Kami benamkan mereka di bumi atau kami jatuhkan mereka gumpalan dari langit. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Tuhan) bagi setiap hamba yang kembali (kepada-Nya)” (Saba:9) Al-Quran menggunakan kata ‘abdun (hamba) ± 131 tempat.
6) Dari aspek sipat kemanusiaaan yang jinak25 dan beraab yang selalu diposisikan sebagai lawan dari kata jin yang bebas dari metafisis, dusebut al-ins. “Hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan” (ar-Rahman (55): 33). Al-Quran menggunakan kata al-ins sebanyak 18 kali.
Aspek Historis Penciptaan
Al-Quran tidak memerinci secara kronologis penciptaan manusia menyangkut waktu dan tempatnya. Namun al-Quran menjelaskan jawaban yang sangat penting: Dari titik manakah kehidupan itu bermula. Ayat-ayat menegaskan bahwa asal usul manusia (bersifat) air. Hal ini dapat dimulai dari pembentukan alam semesta.
“Tidakkah orang-orang kafir itu melihat bahwa langit dan bumi disatukan, kemudian mereka Kami pisahkan dan Kami menjadikan setiap yang hidup dari air. Lantas akankah mereka tak beriman ?”(Al-Anbiya: 30).
Kenyataan air adalah komponen paling penting dari seluruh sel-sel hidup. Tanpa air, hidup menjadi tidak mungkin. Jika kemungkinan kehidupan pada planet lain diperbincangkan maka pertanyaan yang pertama selalu; adakah cukup air untuk mendukung kehidupan di tempat tersebut ? Data modern menunjukkan bahwa wujud hidup yang paling tua diperkirakan pada dunia tumbuh-tumbuhan. Ganggang telah ditemukan pada periode pra-Cambria, yaitu saat dikenalinya daratan yang paling tua. Organisme yang termasuk dalam dunia hewan diperkirakan muncul sedikit lebih kemudian; mereka muncul dari laut. Tentang asal usul kehidupan hewan, Allah SWT. Berfirman :
“Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan (daabah) dari air.”(An-Nur: 45).
Kehadiran manusia sebagai makhluk bumi ditegaskan dalam ayat :
“Dan Allah menumbuhkan kamu sebagai suatu tumbuhan dari tanah (bumi) dan kemudian Dia akan mengembalikan kamu kepadanya, Dia akan mengeluarkan kamu lagi sebagai suatu keluaran baru.”(Nuh: 17-18).
Transformasi-transformasi morfologis terjadi dalam cara yang selaras dan seimbang berkat adanya suatu organisasi yang amat terencana, mengingat fenomena-fenomena tersebut terjadi dalam tahap-tahap yang berurutan. Al-Qur’an pertama kali berbincang tentang suatu “penciptaan” tetapi kemudian ia meneruskan dengan menguraikan suatu tahap kedua yang didalamnya Allah memberi bentuk kepada manusia. Maka tak diragukan lagi bahwa penciptaan organisasi morfologis manusia dilihat sebagai peristiwa-peristiwa yang berurutan.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami memberimu bentuk, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: Bersujudlah kamu kepada Adam.” (Al- A’raaf: 11).
“Ketika Tuhan mereka berfirman kepada para malaikat: “Aku hendak membentuk seorang manusia (basyar) dari lempung, dari lumpur yang diacu. Bila Aku telah membentuknya secara selaras dan meniupkan ke dalamnya ruh-Ku, maka sujudlah kepadanya” (Al-Hijr: 28-29).
Ayat lain menguraikan bagaimana bentuk selaras manusia didapat melalui adanya keseimbangan dan kompleksitas struktur. Kata kerja “rakkaba” dalam bahasa Arab berarti membuat sesuatu dari komponen-komponen” sebagaimana dalam ayat :
“(Tuhanlah) yang telah menciptakan kamu lalu membentukmu secara selaras dan dalam proporsi yang tepat, dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia membuatmu dari komponen-komponen.”(Al-Infithar: 7-8).
Keberadaan suatu masyarakat manusia tidak selalu kokoh. Bisa saja suatu generasi masyarakat manusia dengan karakteristik tertentu lenyap kemudian digantikan oleh masyarakat lain yang masih merupakan keturunannya. Manusia modern yang ada sekarang ini merupakan bagian dari proses pergantian masyarakat tersebut.
“Jika (Dia) menghendaki, niscaya Dia musnahkan kamu dan menggantimu dengan yang dikehendaki-Nya setelah kamu (musnah), sebagaimana Dia telah menjadikan kamu dari keturunan orang-orang lain.”(Al-An’am: 133).
Komponen Biologis
Manusia adalah makhluk bumi. Manusia dibentuk dari komponen-komponen yang dikandung di dalam tanah. Gambaran ini dengan sangat jelas diuraikan dalam berbagai ayat yang menunjukkan komponen-komponen pembentuk tersebut dengan berbagai nama :
“Dia telah menyebabkan kamu tumbuh dari bumi.”(Huud: 61).
Ayat-ayat lain menyebutkan manusia dibentuk dari :
1). Thuraab, yaitu tanah gemuk sebagaimana disebut dalam ayat :
“Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya, sedang dia bercakap-cakap dengannya : “ Apakah kamu kafir kepada Tuhan Yang Menciptakan kamu dari tanah (thuraab), kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna ? “ Al- Kahfi: 37).
2). Thiin, yaitu tanah lempung sebagaimana ayat :
“(Tuhan) memulai penciptaan manusia dari lempung. “As-Sajdah: 7).
Dalam ayat ini al-Quran menyebut kata badaa yang berarti memulai. Ini menunjukkan adanya awal suatu penciptaan dari thiin. Hal ini jelas bermakna tahap yang lain akan segera mengikuti.
3). Thiinul laazib, yaitu tanah lempung yang pekat sebagaimana disebut dalam ayat:
“Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): “Apakah mereka yang lebih kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah kami ciptakan itu ? ” Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dari tanah liat (thiinul laazib).” (As-Shafat: 11).
4). Shalshalun, yaitu lempengan yang dikatakan kalfakhhar (seperti tembikar). Citra di ayat ini menunjukkan bahwa manusia “dimodelkan”.
5). Shalshalun min hamain masnuun (lempung dari lumpur yang dicetak / diberi bentuk) sebagaimana disebut dalam ayat :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. (Al-Hijr: 26).
6). Sulaalatun min thiin, yaitu dari sari pati lempung. Sulaalat berarti sesuatu yang disarikan dari sesuatu yang lain.
7). Air yang dianggap sebagai asal usul seluruh kehidupan sebagaimana disebut dalam ayat :
“Dan Dia (Allah) pula yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia (Allah) jadikan manusia itu punya keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa” (Al- Furqan: 54).
Ruh dan Nafs
Ruh adalah salah satu komponen penting yang menentukan ciri kemanusiaan manusia. Setelah proses-proses fisik berlangsung dalam penciptaan manusia, pemasukan roh menjadi unsur penentu yang membedakan manusia dengan dunia hewan. Sebagaimana banyak dari aspek fisik manusia yang hakekatnya belum diketahui manusia, ruh merupakan misteri besar yang dihadapi manusia.
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya ruh (ciptaan) Ku, maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya.”(Shaad: 7-12).
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusa Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (al-Israa: 85).
Ruh adalah getaran ilahiyah yaitu getaran sinyal ketuhanan sebagaimana rahmat, nikmat, dan hikmah yang kesemuanya sering terasakan sentuhannya, tetapi sukar dipahami hakekatnya. Sentuhan getaran ruhaniyah itulah yang menyebabkan manusia dapat mencerna nilai-nilai belas kasih, kejujuran, kebenaran, keadilan dan sebagainya.
Istilah nafs banyak tersebar dalam al-Quran. Meski termasuk dalam wilayah abstrak yang sukar dipahami, istilah nafs memiliki pengertian yang sangat terkait dengan aspek fisik manusia. Gejolak nafs dapat dirasakan menyebar ke seluruh bagian tubuh manusia karena tubuh manusia merupakan kumpulan dari bermilyar-milyar sel hidup yang saling berhubungan. Nafs bekerja sesuai dengan bekerjanya sistem biologis manusia.
“Allah memegang jiwa (nafs) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya. Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir” (Az-Zumar: 42).
Hubungan antara nafs dan fisik manusia demikian erat meski sukar untuk diketahui dengan pasti bagaimana hubungan itu berjalan. Dua hal yang berbeda, mental dan fisik dapat menjalin interrelasi sebab akibat. Kesedihan dapat menyebabkan mata mengeluarkan cairan, kesengsaraan membuat badan kurus. Dikenal pula istilah psikosomatik, yaitu penyakit-penyakit fisik yang disebabkan oleh masalah kejiwaan. Perpisahan antara nafs dan fisik disebut maut dan ini adalah peristiwa yang paling misterius dalam kehidupan manusia sebelum ia menjumpai peristiwa-peristiwa lainnya di dunia yang lain pula.
..... “langkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang dzalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya (sambil berkata): Keluarkanlah nafsmu....”(al-An’am: 93).
Tiap-tiap nafs akan merasakan mati. (Ali Imran: 185).
Fitrah Manusia: Hanif dan Potensi Akal, Qalb dan Nafsu.
Kata fitrah merupakan derivasi dari kata fathara, artinya ciptaan26, suci, dan seimbang. Louis Ma’luf dalam kamus Al-Munjid (1980:120) menyebutkan bahwa fitrah adalah sifat yang ada pada setiap yang ada pada awal penciptaannya, sifat alami manusia, agama, sunnah. Menurut Imam Al-Maraghi (1974:200) fitrah adalah kondisi dimana Allah menciptakan manusia yang menghadapkan dirinya kepada kebenaran dan kesiapan untuk menggunakan pikirannya. Dengan demikian arti fitrah dari segi bahasa dapat diartikan sebagai kondisi awal suatu ciptaan atau kondisi awal manusia yang memiliki potensi untuk mengetahui dan cenderung kepada kebenaran (hanif). Fitrah dalam arti hanif ini sejalan dengan isyarat al- Quran :
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”(Ar-Rum: 30).
Fitrah dalam arti penciptaan tidak hanya dikaitkan dengan arti penciptaan fisik, melainkan juga dalam arti ruhaniah, yaitu sifat-sifat dasar manusia yang baik. Karena itu fitrah disebutkan dalam konotasi nilai. Lahirnya fitrah sebagai nilai dasar kebaikan manusia itu dapat dirujukan kepada ayat :
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : Bukankah Aku ini Tuhanmu ? Mereka menjawab : Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan : Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).”(al-A’raf: 172).
Ayat di atas merupakan penjelasan dari fitrah yang berarti hanif (kecenderungan kepada kebaikan) yang dimiliki manusia karena terjadinya proses persaksian sebelum digelar ke muka bumi. Persaksian ini merupakan proses fitrah manusia yang selalu memiliki kebutuhan terhadap agama (institusi yang menjelaskan tentang Tuhan), karena itu dalam pandangan ini manusia dianggap sebagai makhluk religius. Ayat di atas juga menjadi dasar bahwa manusia memiliki potensi baik sejak awal kelahirannya. Ia bukan makhluk amoral, tetapi memiliki moral. Juga bukan makhluk yang kosong seperti kertas putih sebagaimana yang dianut para pengikut teori tabula rasa.
Fitrah dalam arti potensi, yaitu kelengkapan yang diberikan pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi yang dimiliki manusia tersebut dapat dikelompokkan kepada dua hal, yaitu potensi fisik dan potensi ruhaniah. Potensi fisik manusia telah dijelaskan pada bagian yang lalu, sedangkan potensi ruhaniah adalah akal, qalb dan nafsu. Akal dalam pengertian bahasa Indonesia berarti pikiran, atau rasio. Harun Nasution (1986) menyebut akal dalam arti asalnya (bahasa Arab), yaitu menahan, dan orang ‘aqil di zaman jahiliyah yang dikenal dengan darah panasnya adalah orang yang dapat menahan amarahnya dan oleh karenanya dapat mengambil sikap dan tindakan yang berisi kebijaksanaan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Senada dengan itu akal dalam al-Quran, akal diartikan dengan kebijaksanaan (wisdom), intelegensia (intelligent) dan pengertian (understanding). Dengan demikian di dalam al- Quran akal diletakkan bukan hanya pada ranah rasio tapi juga rasa, bahkan lebih jauh dari itu jika akal diartikan dengan hikmah atau bijaksana.
Alqalb berasal dari kata qalaba yang berarti berubah, berpindah atau berbalik27 dan menurut ibn Sayyidah (Ibn Manzur: 179) berarti hati. Musa Asyari (1992) menyebutkan arti alqalb dengan dua pengertian, yang pertama pengertian kasar atau fisik, yaitu segumpal daging yang berbentuk bulat panjang, terletak di dada sebelah kiri, yang sering disebut jantung. Sedangkan arti yang kedua adalah pengertian halus yang bersifat ketuhanan dan rohaniah yaitu hakekat manusia yang dapat menangkap segala pengertian, berpengetahuan dan arif.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akal digunakan manusia dalam rangka memikirkan alam sedangkan mengingat Tuhan adalah kegiatan yang berpusat pada qalbu. Keduanya merupakan kesatuan daya rohani untuk dapat memahami kebenaran sehingga manusia dapat memasuki suatu kesadaran tertinggi yang bersatu dengan kebenaran Ilahi.
Adapun nafsu 28 (bahasa Arab al-hawa, dalam bahasa Indonesia sering disebut hawa nafsu) adalah suatu kekuatan yang mendorong manusia untuk mencapai keinginannya. Dorongan- dorongan ini sering disebut dengan dorongan primitif, karena sifatnya yang bebas tanpa mengenal baik dan buruk. Oleh karena itu nafsu sering disebut sebagai dorongan kehendak bebas. Dengan nafsu manusia dapat bergerak dinamis dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Kecenderungan nafsu yang bebas tersebut jika tidak terkendali dapat menyebabkan manusia memasuki kondisi yang membahayakan dirinya. Untuk mengendalikan nafsu manusia menggunakan akalnya sehingga dorongan-dorongan tersebut dapat menjadi kekuatan positif yang menggerakkan manusia ke arah tujuan yang jelas dan baik. Agar manusia dapat bergerak ke arah yang jelas, maka agama berperan untuk menunjukkan jalan yang akan harus ditempuhnya. Nafsu yang terkendali oleh akal dan berada pada jalur yang ditunjukkan agama inilah yang disebut an-nafs al muthmainnah yang diungkapkan al- Quran:
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai- Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga- Ku.
(al-Fajr: 27-30).
Dengan demikian manusia ideal adalah manusia yang mampu menjaga fitrah (hanif)nya dan mampu mengelola dan memadukan potensi akal, qalbu, dan nafsunya secara harmonis.
Persamaan Manusia dengan Makhluk lain
• Semua makhluk termasuk manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT.
• Tujuan penciptaannya adalah hanya untuk beribadah kepada Allah.
• Semua makhluk akan kembali kepada Allah
• Dan tiap-tiap makhluk ada di dalam penjagaan dan pengawasan Allah.
Perbedaan Manusia dengan Makhluk lain
Manusia diberi kelebihan atas makhluk Allah yang lain ,dalam berbagai segi. Ia memiliki karakter yang khusus dengan karunia Allah agar mampu mengemban amanah yang dibebankan kepadanya didunia. Kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lain adalah:
a) Dalam segi Penciptaan
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dinyatakan Allah sebagai sebaik-baik penciptaan (Ahsanuttaqwim) sebagaimana firman-Nya :
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalm bentuk sebaik-baiknya( At Tiin : 4)
Kita dapat membandingkan setiap organ tubuh manusia dengan makhluk lain, tentu lebih sempurna. Perhatikan organ dalam manusia seperti jantung, ginjal, paru-paru, semuanya memiliki peran yang lebih sempurna dibandingkan dengan binatang jenis apapun. Termasuk organ tubuh lainnya seperti tangan, kaki, mata, telinga dan lain sebagainya semua serba lebih sempurna .
b) Dalam segi Ilmu
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat menyerap ilmu dan sekaligus mengembangkannya. Hal ini tak mungkin terjadi pada makhluk lain. Hewan hanya memiliki instink , sehingga segala gerak dan perbuatannya merupakan sekedar instinktif. Meskipun hewan mampu dilatih untuk suatu hal tertentu , namun itu juga sekedar instink dan bukan ilmu sehingga ia tak dapat mengembangkannya.
Allah yang Maha Berilmu telah menetapkan dan mengajarkan ilmu-ilmu kepada manusia, sebagaimana firman-Nya :
“ Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya “ (Al Baqarah :31)
c) Dalam segi Kehendak
Manusia adalah makhluk yang bebas berhendak. Ia dapat memilih jalan yang baik, dapat pula memilih jalan yang sesat. Sekedar ilmu, belum tentu bias mengarahkan orang kepada kebaikkan . yang bias menjadi baik hanya karena ilmunya, tanpa dibarengi kehendak yang kuat untuk menjadikan dirinya baik.
Allah berfirman:
“Sesunggunya Kami telah menunjukkannya (manusia ) jalan yang lurus, ada yang bersyukur ada pula yang kufur” (Al Insan : 73)
Manusia memiliki banyak kemungkinan dan peluang dalam menyelesaikan satu masalah tertentu, sebab ia memilki kehendak (iradah). Menentukan jalan hidup, manusia banyak pilihan, sehingga ada yang memilih jalan Islam, ada pula yang kufur. Hewan hanya memiliki satu peluang dan kesempatan untuk menghadapi satu masalah tertentu, sebab pada dasarnya hewan tidak memiliki kehendak. Demikianpun para malaikat , hanya memiliki kemungkinan satu-satunya yakni taat kepada Allah atas perintah yang diberikan kepada mereka.
d) Dalam segi Posisi/kedudukan
Allah memberikan kedudukan yang tinggi kepada manusia diantara makhluk lainnya di bumi, yakni ia sebagai pemimpin. Sehingga manusia dapat memanfaatlkan alam semesta ini untuk keperluan hidupnya , sebagaimana firman Allah :
“ Tidak kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi “ (Luqman : 20)
Dalam ayat lain , Allah berfirman :
“Dialah (Allah) yang menjadikan segala apa yang ada di bumi untuk kamu “
(Al Baqarah : 9)
Segala yang di alam ini telah disediakan Allah untuk kepentingan manusia karena memang manusialah yang bertugas memakmurkan bumi.
Firman Allah :
“ Dia telah menciptakan kamu dari bumi(tanah) dan menjadikan sebagai pemakmurnya ( Hud : 61)
Dengan ilmu yang dimilikinya, manusia dapat memanfaatkan segala sesuatu di alam ini sehingga bermanfaat untuk kemakmuran bersama.
e) Dalam segi Kemampuan Akal, Pengamatan, Intuisi dan Imajinasi
Hanya manusia yang memilki kemampuan akal , dengannya dapat berfikir, melakukan pengamatan dan menyimpulkan . Manusia juga berkembang daya intuisi dan imajinasinya . Ia bisa mengkhayalkan sesuatu yang belum pernah terjadi. Akalnya berkembang menjadi sarana berkembangnya ilmu dan teknologi. Begitu pula kemampuan imajinasinya akan berkembang sehingga mengembangkan kreatifitas dalam berkarya. Hal ini semua tidak terjadi pada binatang.
f) Dalam segi tendensi moral
Manusia memiliki peluang untuk dibentuk menjadi baik ataupun buruk. Bahkan dapat juga berperan ganda sebagaimana orang munafiq di satu sisi ia kelihatan baik namun ternyata ia adalah orang yang berniat jahat. Berbagai macam sifat dan sikap dapat ia miliki sekaligus . Tampak betul dalam segi ini manusia memang berbeda dengan binatang . Binatang sulit atau bahkan tidak dapat dibentuk dengan sifat dan karakter yang bermacam-macam padanya. Sebab ia tidak memilki kelengkapan tendensi yang memungkinkan untuk dapat bersifat menjadi seperti baik atau menjadi buruk. Demikianlah antara lain , keistimewaan manusia dibandingkan makhluk ciptaan Allah yang lain. Manusia diciptakan oleh Allah dengan kelebihan tertentu atas makhluk lain, namun jika ia keliru mengambil jalan hidup, ia bisa mencapai derajat yang lebih rendah ketimbang binatang sekalipun. Sebagaimana yang telah Allah sifatkan kepada orang-orang yang lalai dari jalan Allah:
“ Mereka itu seperti binatang ternak , bahkan mereka lebih seat lagi. Merekalah orang-orang yang lalai” ( Al-A'raf : 179).
Peran Iman dan Taqwa
Peran Iman dan Taqwa dalam menjawab Problema dan Tantangan Kehidupan Modren Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini dikemukakan beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia.
1. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda.
Orang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah hendak memberikan prtolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak menimpakan bencana, maka tidak ada satu kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang memegang kekuasaan, menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-benda kramat, mengikis kepercayaan pada khurafat, takhyul, jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan orang yang beriman adalah firman Allah surat al-al-Fatihah 1-7.
2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut.
Takut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak di antara manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karenatakut menghadapi resiko. Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian di tangan Allah. Pegangan orang beriman mengenai soal hidup dan mati adalah firman Allah dalam QS. al-Nisa’/4:78.
“(Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh”,
3. Iman menanamkan sikap “self helf” dalam kehidupan.
Rezeki atau mata pencaharian memegang pernana penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang melepaskan pendiriannya, karena kepentingan kehidupannya, kadang- kadang manusia tidak segan-segan melepaskan prinsip, menjual kehormatan, bermuka dua, menjilat, dan memperbudak diri, karena kepetingan materi. Pegangan orang beriman dalam hal ini adalah firman Allah dalam QS. Hud/11: 6.
“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang member rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)..”
4. Iman memberikan ketenteraman jiwa.
Sering kali manusia dilanda resah dan duka cita, serta digoncang oleh keraguan dan kebimbangan. Orang yang beriman mempunyai keseimbangan, hatinya tentram (mutmainnah), dan jiwanya tenang (sakinah) seperti dijelaskan firman Allah dalam Q.S. al-Ra’du/13: 28.
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram.”
5. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayyibah).
Kehidupan manusia yang baik adalah kehidupan orang yang selalu melakukan kebaikan dan mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini dijelaskan Allah dalam Q.S al-Nahal/16: 97.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
6. Iman melahirkan ikhlas dan konsekuen.
Iman memberi pengaruh pada seseorang untuk selalu berbuat dengan ikhlas, tanpa pamrih, kecuali keridaan Allah. Orang yang beriman senantiasa konsekuen dengan apa yang telah dikrarkannya, baik dengan lidahnya maupun dengan hatinya. Ia senantiasa berpedoman
1. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda.
Orang yang beriman hanya percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah hendak memberikan prtolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang dapat mencegahnya. Sebaliknya, jika Allah hendak menimpakan bencana, maka tidak ada satu kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan manusia yang kebetulan sedang memegang kekuasaan, menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-benda kramat, mengikis kepercayaan pada khurafat, takhyul, jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan orang yang beriman adalah firman Allah surat al-al-Fatihah 1-7.
2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut.
Takut menghadapi maut menyebabkan manusia menjadi pengecut. Banyak di antara manusia yang tidak berani mengemukakan kebenaran, karenatakut menghadapi resiko. Orang yang beriman yakin sepenuhnya bahwa kematian di tangan Allah. Pegangan orang beriman mengenai soal hidup dan mati adalah firman Allah dalam QS. al-Nisa’/4:78.
“(Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh”,
3. Iman menanamkan sikap “self helf” dalam kehidupan.
Rezeki atau mata pencaharian memegang pernana penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang melepaskan pendiriannya, karena kepentingan kehidupannya, kadang- kadang manusia tidak segan-segan melepaskan prinsip, menjual kehormatan, bermuka dua, menjilat, dan memperbudak diri, karena kepetingan materi. Pegangan orang beriman dalam hal ini adalah firman Allah dalam QS. Hud/11: 6.
“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang member rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)..”
4. Iman memberikan ketenteraman jiwa.
Sering kali manusia dilanda resah dan duka cita, serta digoncang oleh keraguan dan kebimbangan. Orang yang beriman mempunyai keseimbangan, hatinya tentram (mutmainnah), dan jiwanya tenang (sakinah) seperti dijelaskan firman Allah dalam Q.S. al-Ra’du/13: 28.
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram.”
5. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayyibah).
Kehidupan manusia yang baik adalah kehidupan orang yang selalu melakukan kebaikan dan mengerjakan perbuatan yang baik. Hal ini dijelaskan Allah dalam Q.S al-Nahal/16: 97.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
6. Iman melahirkan ikhlas dan konsekuen.
Iman memberi pengaruh pada seseorang untuk selalu berbuat dengan ikhlas, tanpa pamrih, kecuali keridaan Allah. Orang yang beriman senantiasa konsekuen dengan apa yang telah dikrarkannya, baik dengan lidahnya maupun dengan hatinya. Ia senantiasa berpedoman
Ciri-ciri Orang Beriman dan Bertaqwa
Al-Qur’an menjelaskan
Ciri-ciri orang beriman :
1. Jika di sebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika di bacakan ayat suci Al-Qur’an, maka bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal:2).
2. Senantiasa tawakal, yaitu kerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut 6.sunnah Rasul (Ali Imran: 120, al-Maidah: 12, al-Anfal: 2, at- Taubah: 52, Ibrahim: 11, Mujadalah: 10, dan at-Thaghabun: 13).
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al- Anfal: 3, dan al-Mu’minun: 2,7). 4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-Mu’minun: 4).
5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (al- Mu’minun: 3,5)
6. Memelihara amanah dan menepati janji (al-Mu’minun: 6)
7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal: 74)
8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62)
Ciri-ciri orang bertakwa :
1. Beriman kepada ALLAH dan yang ghaib(QS. 2:2-3)
2. Sholat, zakat, puasa(QS. 2:3, 177 dan 183)
3. Infak disaat lapang dan sempit(QS. 3:133-134)
4. Menahan amarah dan memaafkan orang lain(QS. 3: 134)
5. Takut pada ALLAH(QS. 5:28)
6. Menepati janji (QS. 9:4)
7. Berlaku lurus pada musuh ketika mereka pun melakkukan hal yang sama(QS. 9:7)
8. Bersabar dan menjadi pendukung kebenaran (QS. 3:146)
9. Tidak meminta ijin untuk tidak ikut berjihad (QS. 9:44)
10. Berdakwah agar terbebas dari dosa ahli maksiat (QS. 6:69)
Ciri-ciri orang beriman :
1. Jika di sebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika di bacakan ayat suci Al-Qur’an, maka bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal:2).
2. Senantiasa tawakal, yaitu kerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut 6.sunnah Rasul (Ali Imran: 120, al-Maidah: 12, al-Anfal: 2, at- Taubah: 52, Ibrahim: 11, Mujadalah: 10, dan at-Thaghabun: 13).
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al- Anfal: 3, dan al-Mu’minun: 2,7). 4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-Mu’minun: 4).
5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (al- Mu’minun: 3,5)
6. Memelihara amanah dan menepati janji (al-Mu’minun: 6)
7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal: 74)
8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62)
Ciri-ciri orang bertakwa :
1. Beriman kepada ALLAH dan yang ghaib(QS. 2:2-3)
2. Sholat, zakat, puasa(QS. 2:3, 177 dan 183)
3. Infak disaat lapang dan sempit(QS. 3:133-134)
4. Menahan amarah dan memaafkan orang lain(QS. 3: 134)
5. Takut pada ALLAH(QS. 5:28)
6. Menepati janji (QS. 9:4)
7. Berlaku lurus pada musuh ketika mereka pun melakkukan hal yang sama(QS. 9:7)
8. Bersabar dan menjadi pendukung kebenaran (QS. 3:146)
9. Tidak meminta ijin untuk tidak ikut berjihad (QS. 9:44)
10. Berdakwah agar terbebas dari dosa ahli maksiat (QS. 6:69)
Proses Terbentuknya Iman
Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang berkesinambungan. Benih yang unggul apabila disertai pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian halnya dengan benih Iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang baik dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan dll.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman.
Diawali dengan proses perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah. Disamping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja seorang yang benci menjadi senang. Seorang anak harus dibiasakan terhadap apa yang diperintahkan Allah dan menjahui larangan Allah agar kelak nanti terampil melaksanakan ajaran Allah. Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah laku yang mudah dilihat dan diukur. Tetapi tingkah laku tidak terdiri dari perbuatan yang nampak saja. Di dalamnya tercakup juga sikap-sikap mental yang tidak terlalu mudah ditanggapi kecuali secara langsung (misalnya , melalui ucapan atau perbuatan yang diduga dapat menggambarkan sikap sikap mental tersebut).
Diawali dengan proses perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah. Disamping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan, karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja seorang yang benci menjadi senang. Seorang anak harus dibiasakan terhadap apa yang diperintahkan Allah dan menjahui larangan Allah agar kelak nanti terampil melaksanakan ajaran Allah. Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah laku yang mudah dilihat dan diukur. Tetapi tingkah laku tidak terdiri dari perbuatan yang nampak saja. Di dalamnya tercakup juga sikap-sikap mental yang tidak terlalu mudah ditanggapi kecuali secara langsung (misalnya , melalui ucapan atau perbuatan yang diduga dapat menggambarkan sikap sikap mental tersebut).
Wujud keberadaan Allah
Pembuktian Wujud Allah
Walaupun manusia telah mengahayati wujud Allah melalui ciptaan-Nya, pengalaman batin atau fitrah manusia sendiri, namun dia masih juga meginginkan pembuktian secara langsung bertemu muka. Bahkan Nabi Musa as. sekalipun beliau adalah utusan Allah pernah memohon kepada Allah agar dia menampakkan diri kepadanya, seperti dijelaskan al-Qur’an dalam surat al-A’raf/7: 143.
(“ Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musapun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".)
Oleh karena itu segala usaha manusia dalam pembuktian wujud Allah itu tetap nisbi dan terbatas, maka pembuktian perlu dicari hanya dari satu-satunya sumber yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Cara pembuktian lain hanya relevan bilamana ditujukan untuk memperkuat pembuktian dalam al-Qur’an dan al-Sunnah al-Qur’an sendiri menyatakan dalam surat al-Mulk/67:10
“(Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".)
Dalam rangka mengembangkan keimanan kepada Allah, Ibn Rusyd memakai cara falsafi yang sesuai denga syari’at Islam, yaitu menggunakan dalil nidham ( kerapian suunan alam) yag disebut dalil inayah wal ikhtira (pemeliharaan dan penciptaan) 5 Adapun dalil inayah ialah teori yang mengarahkan mausia agar mampu menghayati wujud Allah melalui penghayatan dan pemahaman manfaat alam untuk manusia.
Firman Allah dalam surat al-Lukman/31: 20.
Dan an-Naba’/78:6-16 (“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni`mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.”) (“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?, dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan, dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, dan Kami jadikan malam sebagai pakaian, dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan, dan Kami bangun di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat?”) Hasil penelitian ilmiah yang mendalam menyatakan bahwa alam ini sesuai dengan keperluan hidup mausia dan makhluk-makhluk lainnya. Persesuaian manfaat ini tidak mungkin terjadi secara kebetulan, firman Allah dalam suarat Ali Imran/3: 191: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”) Bukti persesuaian wujud alam dengan keperluan kehidupan manusia itu umpamanya: diciptakan air, udara, api, tanah yang semuanya merupakan kehidupan manusia, tanpa direncanakan dan diminta oleh manusia. Hal ini membuktikan adanya kesengajaan yang direncanakan secara sistemik (ihtira’) Kejadian alam semesta yang sistemik6 ini di bahas oleh Ibn Rusyd dalam dalil ikhtira’ yaitu yang mengarahkan manusia agar mampu menghayati wujud Allah melalui penghayatan dan pemahaman keserasian atau keharmonisan aneka ragam alam, seperti yang ditunjukkan al-Qur’an pada surat al-Ghasiyyah/88:17-22. (“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,”) Cara pembuktian lain dapat dikemukakan dalil logika dari ilmu kalam, di antaranya sebagai berikut 7 : “ Tidak ada yag tidak ada, karena tidak ada itu ada, artinya tidak ada itu keadaan yang ada. Pembuat ada itu mesti ada dan mustahil pembuat ada itu tidak ada. Pembuat pertama dari pada yang ada dan tidak ada itu adalah wajibal wujud atau mutlak adanya, yang mesti ada dengan sedirinya”.
Walaupun manusia telah mengahayati wujud Allah melalui ciptaan-Nya, pengalaman batin atau fitrah manusia sendiri, namun dia masih juga meginginkan pembuktian secara langsung bertemu muka. Bahkan Nabi Musa as. sekalipun beliau adalah utusan Allah pernah memohon kepada Allah agar dia menampakkan diri kepadanya, seperti dijelaskan al-Qur’an dalam surat al-A’raf/7: 143.
(“ Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musapun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".)
Oleh karena itu segala usaha manusia dalam pembuktian wujud Allah itu tetap nisbi dan terbatas, maka pembuktian perlu dicari hanya dari satu-satunya sumber yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Cara pembuktian lain hanya relevan bilamana ditujukan untuk memperkuat pembuktian dalam al-Qur’an dan al-Sunnah al-Qur’an sendiri menyatakan dalam surat al-Mulk/67:10
“(Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".)
Dalam rangka mengembangkan keimanan kepada Allah, Ibn Rusyd memakai cara falsafi yang sesuai denga syari’at Islam, yaitu menggunakan dalil nidham ( kerapian suunan alam) yag disebut dalil inayah wal ikhtira (pemeliharaan dan penciptaan) 5 Adapun dalil inayah ialah teori yang mengarahkan mausia agar mampu menghayati wujud Allah melalui penghayatan dan pemahaman manfaat alam untuk manusia.
Firman Allah dalam surat al-Lukman/31: 20.
Dan an-Naba’/78:6-16 (“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni`mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.”) (“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?, dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan, dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, dan Kami jadikan malam sebagai pakaian, dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan, dan Kami bangun di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat?”) Hasil penelitian ilmiah yang mendalam menyatakan bahwa alam ini sesuai dengan keperluan hidup mausia dan makhluk-makhluk lainnya. Persesuaian manfaat ini tidak mungkin terjadi secara kebetulan, firman Allah dalam suarat Ali Imran/3: 191: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”) Bukti persesuaian wujud alam dengan keperluan kehidupan manusia itu umpamanya: diciptakan air, udara, api, tanah yang semuanya merupakan kehidupan manusia, tanpa direncanakan dan diminta oleh manusia. Hal ini membuktikan adanya kesengajaan yang direncanakan secara sistemik (ihtira’) Kejadian alam semesta yang sistemik6 ini di bahas oleh Ibn Rusyd dalam dalil ikhtira’ yaitu yang mengarahkan manusia agar mampu menghayati wujud Allah melalui penghayatan dan pemahaman keserasian atau keharmonisan aneka ragam alam, seperti yang ditunjukkan al-Qur’an pada surat al-Ghasiyyah/88:17-22. (“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,”) Cara pembuktian lain dapat dikemukakan dalil logika dari ilmu kalam, di antaranya sebagai berikut 7 : “ Tidak ada yag tidak ada, karena tidak ada itu ada, artinya tidak ada itu keadaan yang ada. Pembuat ada itu mesti ada dan mustahil pembuat ada itu tidak ada. Pembuat pertama dari pada yang ada dan tidak ada itu adalah wajibal wujud atau mutlak adanya, yang mesti ada dengan sedirinya”.
Pengertian Iman dan Taqwa
Pengertian Iman
Dalam hadist di riwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Iimaanu ‘aqdun bil qalbi waiqraarun billisaani wa’amalun bil arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.
Pengertian Takwa
Kata takwa (التَّقْوَى) dalam etimologi bahasa Arab berasal dari kata kerja (وَقَى) yang memiliki pengertian menutupi, menjaga, berhati-hati dan berlindung. Oleh karena itu imam Al Ashfahani menyatakan: Takwa adalah menjadikan jiwa berada dalam perlindungan dari sesuatu yang ditakuti, kemudian rasa takut juga dinamakan takwa. Sehingga takwa dalam istilah syar’I adalah menjaga diri dari perbuatan dosa. Takwa adalah amalan hati dan letaknya di kalbu. “Demikianlah (perintah ALLAH). Dan barang siapa mengagungkan syiar – syiar ALLAH maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (QS 22:32).
Keimanan dan ketakwaan seorang muslim adalah kunci agar mendapatkan ridho dan barokah dari Allah SWT. Iman Islam dalam diri seorang muslim harus dibarengi dengan takwa. Bila seorang muslim percaya dengan keberadaan Allah, maka tentunya ia takut kepada Allah. Itulah yang dinamakan takwa.
Dalam hadist di riwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Iimaanu ‘aqdun bil qalbi waiqraarun billisaani wa’amalun bil arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.
Pengertian Takwa
Kata takwa (التَّقْوَى) dalam etimologi bahasa Arab berasal dari kata kerja (وَقَى) yang memiliki pengertian menutupi, menjaga, berhati-hati dan berlindung. Oleh karena itu imam Al Ashfahani menyatakan: Takwa adalah menjadikan jiwa berada dalam perlindungan dari sesuatu yang ditakuti, kemudian rasa takut juga dinamakan takwa. Sehingga takwa dalam istilah syar’I adalah menjaga diri dari perbuatan dosa. Takwa adalah amalan hati dan letaknya di kalbu. “Demikianlah (perintah ALLAH). Dan barang siapa mengagungkan syiar – syiar ALLAH maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. (QS 22:32).
Keimanan dan ketakwaan seorang muslim adalah kunci agar mendapatkan ridho dan barokah dari Allah SWT. Iman Islam dalam diri seorang muslim harus dibarengi dengan takwa. Bila seorang muslim percaya dengan keberadaan Allah, maka tentunya ia takut kepada Allah. Itulah yang dinamakan takwa.
Tuhan Allah
Allah sebagai Pencipta semesta alam, Pencipta langit dan bumi, menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan da buah-buahan yang beraneka jenisnya, mengeluarkan yang hidup dan yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an Surat Fathir/35:27
“(Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya”)..
Dan surat al-An’am/6:95:
‘(Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling?”)
Allah adalah Maha Perkasa dan Maha Mengetahui.
Dialah yang menyisingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, menjadikan matahari dan bulan untuk perhitumgan, menjadikan bintang-bintang untuk jadi petunjuk jalan dalam kegelapan di daratan maupun di lautan.Sebagimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-An’am/6:96. “(Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui’). Allah adalah khaliq Pemelihara makhluk-Nya. Allah Maha Pencipta alam semesta dengan isinya beserta hukum-hukumnya.
Dan Allahlah yang menjadikan bintang-bintang sebagai petunjuk bagi manusia sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-An’am/6:97-98: “(Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui. Dan Dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri, maka (bagimu) ada tempat tetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orang- orang yang mengetahui.”) Sesungguhnya Allah adalah pemelihara segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, tidak satupun yang terlepas dari pengawasan-Nya (yang diatur oleh hukum-Nya ). Sungguh luas kekuasaan Allah dan ilmu-Nya, sebagaimana digambarkan dengan jelas dalam surat al-Baqarah ayat 255. Ayat tersebut “(Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang", karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya”). Ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa Allah Pencipta alam semesta dengan isinya beserta hukum-hukumnya ( antara lain natural law) dan Allah juga yang menciptakan ilmu yang merupakan ilmu dasar dan yang kemudian dirumuskan atau dikembangkan oleh ahli ilmu pengetahuan. Tentu saja ilmu Allah bersifat mutlak dan manusia mempunyai keterbatasan untuk mengetahuinya. Keterbatasa ini juga merupaka sebab dari kemungkinan kesalahan formula ilmu yang dirumuskan oleh para ahli bahkan ketidak mampuannya untuk merumuskan formula sebagian ilmu tersebut. Karena itu dalam agama Islam, Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dikembalikan kepada Wahyu (Revelation) dari Allah dan kepada risalah yang diterima oleh Rasul. Ke-Esaan Tuhan menurut konsep tersebut, bukan saja Esa dalam jumlahnya, melainkan Esa dalam segala-galanya. Esa dalam wujud –Nya, sifatnya dan perbuatan-Nya. Tidak ada sekutu bagi Allah dan tidak ada yang serupa dengan-Nya. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya dalam surat al-Ikhlas/112: 1-4 (“Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan,. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".) Demikianlah beberapa sifat Allah dan kekuasaan-Nya yang menunjukkan ke Esaan-Nya. Sesungguhnya sifat-sifat Allah adalah lebih banyak dari itu dan lebih konprehensif, sebagaimana di antaranya ada yang merumuskannya dengan asmaul husna yang jumlahnya 99 .
Dialah yang menyisingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, menjadikan matahari dan bulan untuk perhitumgan, menjadikan bintang-bintang untuk jadi petunjuk jalan dalam kegelapan di daratan maupun di lautan.Sebagimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-An’am/6:96. “(Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui’). Allah adalah khaliq Pemelihara makhluk-Nya. Allah Maha Pencipta alam semesta dengan isinya beserta hukum-hukumnya.
Dan Allahlah yang menjadikan bintang-bintang sebagai petunjuk bagi manusia sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an surat al-An’am/6:97-98: “(Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan di darat dan di laut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) kepada orang-orang yang mengetahui. Dan Dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri, maka (bagimu) ada tempat tetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orang- orang yang mengetahui.”) Sesungguhnya Allah adalah pemelihara segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, tidak satupun yang terlepas dari pengawasan-Nya (yang diatur oleh hukum-Nya ). Sungguh luas kekuasaan Allah dan ilmu-Nya, sebagaimana digambarkan dengan jelas dalam surat al-Baqarah ayat 255. Ayat tersebut “(Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang", karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya”). Ayat tersebut di atas menunjukkan bahwa Allah Pencipta alam semesta dengan isinya beserta hukum-hukumnya ( antara lain natural law) dan Allah juga yang menciptakan ilmu yang merupakan ilmu dasar dan yang kemudian dirumuskan atau dikembangkan oleh ahli ilmu pengetahuan. Tentu saja ilmu Allah bersifat mutlak dan manusia mempunyai keterbatasan untuk mengetahuinya. Keterbatasa ini juga merupaka sebab dari kemungkinan kesalahan formula ilmu yang dirumuskan oleh para ahli bahkan ketidak mampuannya untuk merumuskan formula sebagian ilmu tersebut. Karena itu dalam agama Islam, Konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dikembalikan kepada Wahyu (Revelation) dari Allah dan kepada risalah yang diterima oleh Rasul. Ke-Esaan Tuhan menurut konsep tersebut, bukan saja Esa dalam jumlahnya, melainkan Esa dalam segala-galanya. Esa dalam wujud –Nya, sifatnya dan perbuatan-Nya. Tidak ada sekutu bagi Allah dan tidak ada yang serupa dengan-Nya. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya dalam surat al-Ikhlas/112: 1-4 (“Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan,. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".) Demikianlah beberapa sifat Allah dan kekuasaan-Nya yang menunjukkan ke Esaan-Nya. Sesungguhnya sifat-sifat Allah adalah lebih banyak dari itu dan lebih konprehensif, sebagaimana di antaranya ada yang merumuskannya dengan asmaul husna yang jumlahnya 99 .
Tuhan dalam Agama-agama
Tuhan dalam agama Buddha
Dalam ajaran agama Buddha, Sang Buddha bukanlah Tuhan dalam agama Buddha yang bersifat non-teis (yakni, pada umumnya tidak mengajarkan keberadaan Tuhan sang pencipta, atau bergantung kepada Tuhan sang pencipta demi dalam usaha mencapai pencerahan; Sang Buddha adalah pembimbing atau guru yang menunjukkan jalan menuju nirwana).
Pandangan umum tentang Tuhan menjelaskan suatu keberadaan yang tidak hanya memimpin tetapi juga menciptakan alam semesta. Pemikiran dan konsep tentang inilah yang sering diperdebatkan oleh banyak Buddhis dalam perpecahan agama Buddha. Dalam agama Buddha, asal muasal dan penciptaan alam semesta bukan berasal dari Tuhan, melainkan karena hukum sebab dan akibat yang telah disamarkan oleh waktu. Bagaimanapun, beberapa Sutra Mahayana tertentu (seperti Sutra Nirwana dan Sutra Teratai) dan terutama tantra-tantra tertentu seperti Kunjed Gyalpo Tantra memberikan menunjukkan bahwa sikap memandang Buddha yang maha hadir, mempunyai intisari yang membebaskan dan abadi kenyataan dari segala benda, sampai sejauh ini, boleh dibilang sudah mendekati pandangan Tuhan sebagai segalanya.Dalam agama Buddha, tidak ada makhluk sakti yang menjadi pencipta segalanya. Buddha Gautama menyatakan bahwa pemikiran kitalah yang telah menjadikan dunia ini. Sang Buddha menganggap buah pikiran sebagai pencipta. Kita adalah buah pikiran kita sendiri.
Tuhan dalam agama Islam
Dalam konsep Islam, Tuhan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam[1][2].
Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa (tauhid).[3] Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa.[4] Menurut al-Qur'an terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling baik") yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda.[5][6] Semua nama tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas.[7] Diantara 99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha Penyayang" (ar-rahim).[5][6]
Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu tindakan kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya dan menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya. Menurut ajaran Islam, Tuhan muncul dimana pun tanpa harus menjelma dalam bentuk apa pun.[8] Menurut al-Qur'an, "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (QS al-An'am[6]:103)[2]
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang personal: Menurut al-Qur'an, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang diridhai-Nya.”[8]
Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama yang disembah oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi (29:46).[9] Namun, hal ini tidak diterima secara universal oleh kalangan non-Muslim.
Tuhan dalam agama Hindu
Tuhan dalam agama Hindu sebagaimana yang disebutkan dalam Weda adalah Tuhan tidak berwujud dan tidak dapat digambarkan, bahkan tidak bisa dipikirkan. Dalam bahasa Sanskerta keberadaan ini disebut Acintyarupa yang artinya: tidak berwujud dalam alam pikiran manusia. Tuhan Yang Maha Esa ini disebut dalam beberapa nama, antara lain:
• Brahman: asal muasal dari alam semestea dan segala isinya
• Purushottama atau Maha Purusha
• Iswara (dalam Weda)
• Parama Ciwa (dalam Whraspati tatwa)
• Sanghyang Widi Wasa (dalam lontar Purwabhumi Kemulan)
• Dhata: yang memegang atau menampilkan segala sesuatu
• Abjayoni: yang lahir dari bunga teratai
• Druhina: yang membunuh raksasa
• Viranci: yang menciptakan
• Kamalasana: yang duduk di atas bunga teratai
• Srsta: yang menciptakan
• Prajapati: raja dari semua makhluk/masyarakat
• Vedha: ia yang menciptakan
• Vidhata: yang menjadikan segala sesuatu
• Visvasrt: ia yang menciptakan dunia
• Vidhi: yan menciptakan atau yang menentukan atau yang mengadili.
Tuhan Yang Maha Esa ini apapun namaNya digambarkan sebagai:
- Beliau yang merupakan asal mula. Pencipta dan tujuan akhir dari seluruh alam semesta
- Wujud kesadaran agung yang merupakan asal dari segala yang telah dan yang akan ada
- Raja di alam yang abadi dan juga di bumi ini yang hidup dan berkembang dengan makanan
- Sumber segalanya dan sumber kebahagiaan hiudp
- Maha suci tidak ternoda
- Mengatasi segala kegelapan, tak termusnahkan, maha cemerlang, tiada terucapkan, tiada duanya.
- Absolut dalam segala-galanya, tidak dilahirkan karena Beliau ada dengan sendirinya (swayambhu)
Penggambaran tentang Tuhan Yang Maha Esa ini, meskipun telah berusaha menggambarkan Tuhan semaksimal mungkin, tetap saja sangat terbatas. Oleh karena itu kitab-kitab Upanisad menyatakan definisi atau pengertian apapun yang ditujukan untuk memberikan batasan kepada Tuhan Yang Tidak Terbatas itu tidaklah menjangkau kebesaranNya. Sehingga kitab-kitab Upanisad menyatakan tidak ada definsi yang tepat untukNya, Neti-Neti (Na + iti, na + iti), bukan ini, bukan ini.
Tuhan dalam agama Katholik
Agama Katholik adalah agama Kristen yang paling tua. Katholik sendiri berarti orang-orang umum, karena mereka mengaku-aku sebagai induk segala gereja dan penyebar missi satu-satunya di dunia. Disebut pula dengan Gereja Barat atau Geraja Latin, karena mereka mendominasi Eropa Barat, yaitu mulai dari Italia, Belgia, Prancis, Spanyol, Portugal dan lain-lainnya. Disebut juga sebagai Gereja Petrus atau Kerasulan kare na mereka mengaku-aku bahwa yang membangun agama mereka adalah Petrus, murid Nabi ‘Isa yang paling senior.
Agama Katholik meyakini bahwa Roh Qudus tumbuh dari Tuhan Bapa dan Anak secara bersamaan. Mereka juga berkeyakinan bahwa Tuhan Bapa dan Tuhan Anak memiliki kesempurnaan yang sama. Bahkan mereka meyakini bahwa Yesus atau Tuhan Anak ikut bersama-sama dengan Tuhan Bapa mencipta langit dan bumi.
Tuhan dalam agama Kristen
Islam adalah satu-satunya agama di luar Kristen yang menetapkan pernyataan keimanan percaya kepada Yesus (Isa). Tidak ada seorang Muslim yang bisa dikatakan Muslim jika ia tidak percaya kepada Yesus/Isa sebagai nabi dan rasul Allah). Kami meyakini bahwa ia (Yesus) adalah salah satu rasul Allah SWT. Kami percaya bahwa ia dilahirkan secara mukjizat, tanpa adanya intervensi peran laki-laki, dimana banyak orang-orang Kristen pada masa sekarang yang sudah tidak mempercayai mukjizat itu lagi. Kami percaya bahwa ia mampu menghidupkan orang mati dengan izin Allah. Kami percaya bahwa ia mampu menyembuhkan kebutaan seseorang yang dibawa sejak lahir, dan mampu menyembuhkan penyakit kusta dengan seizin dari Allah SWT. Banyak hal yang sama antara orang-orang Kristen dan orang-orang Muslim, namun begitu, ada hal-hal yang membedakan.
Orang Kristen mengatakan dengan keyakinannya bahwa Yesus Kristus (Isa a.s) adalah Tuhan Yang Maha Kuasa dan Yesus sendiri mengakui perihal ketuhannya. Kenyataannya, jika Anda baca di dalam Alkitab maka tidak terdapat satupun pernyataan di dalam Alkitab yang ada dimana Yesus mengatakan langsung dari dirinya berupa kalimat “Akulah Tuhan”, atau kalimat “Sembahlah aku”. Saya ulangi, tidak ada satu ayatpun di dalam Alkitab dimana Yesus sendiri ada mengatakan langsung dari dirinya berupa kalimat “Akulah Tuhan”, atau kalimat “Sembahlah aku”.
Sebaliknya, jika Anda baca Alkitab, disebutkan di dalam kitab Injil Yohannes, pasal 14 ayat 28, Yesus berkata “... sebab Bapa lebih besar daripada Aku”. Disebutkan di dalam kitab Injil Yohannes, pasal 10 ayat 29, “Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun ... “. Di dalam Injil Matius, pasal 12 ayat 28 disebutkan “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah ... “. Di dalam Injil Lukas, pasal 11 ayat 20, disebutkan, “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah ... “, Disebutkan di dalam kitab Injil Yohannes, pasal 5 ayat 30, “Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku”. Yesus tidak pernah menyatakan perihal ketuhanannya. Sebaliknya, Yesus datang untuk menggenapi hukum yang sudah ada sebelumnya (yakni syariat yang dibawa oleh Musa). Sebagaimana yang dijelaskan did alam Injil Matius pasal 5 ayat 17 hingga 20, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena aku berkata kepadamu Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bum ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu, siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga”. Jadi, Yesus berkata jika Anda ingin masuk ke dalam Kerajaan Sorga, maka Anda harus mematuhi setiap ketetapan perintah yang disampaikan oleh Nabi Musa a.s. Anda harus mematuhi setiap perintah yang termuat di dalam Perjanjian Lama termasuk ayat-ayat yang tadi saya kutipkan, yakni bahwa hanya ada satu Tuhan dan Anda dilarang untuk menyembah kepada berhala. Anda juga dilarang untuk membuat gambaran (penampakan/rupa) tentang Dia
Dalam ajaran agama Buddha, Sang Buddha bukanlah Tuhan dalam agama Buddha yang bersifat non-teis (yakni, pada umumnya tidak mengajarkan keberadaan Tuhan sang pencipta, atau bergantung kepada Tuhan sang pencipta demi dalam usaha mencapai pencerahan; Sang Buddha adalah pembimbing atau guru yang menunjukkan jalan menuju nirwana).
Pandangan umum tentang Tuhan menjelaskan suatu keberadaan yang tidak hanya memimpin tetapi juga menciptakan alam semesta. Pemikiran dan konsep tentang inilah yang sering diperdebatkan oleh banyak Buddhis dalam perpecahan agama Buddha. Dalam agama Buddha, asal muasal dan penciptaan alam semesta bukan berasal dari Tuhan, melainkan karena hukum sebab dan akibat yang telah disamarkan oleh waktu. Bagaimanapun, beberapa Sutra Mahayana tertentu (seperti Sutra Nirwana dan Sutra Teratai) dan terutama tantra-tantra tertentu seperti Kunjed Gyalpo Tantra memberikan menunjukkan bahwa sikap memandang Buddha yang maha hadir, mempunyai intisari yang membebaskan dan abadi kenyataan dari segala benda, sampai sejauh ini, boleh dibilang sudah mendekati pandangan Tuhan sebagai segalanya.Dalam agama Buddha, tidak ada makhluk sakti yang menjadi pencipta segalanya. Buddha Gautama menyatakan bahwa pemikiran kitalah yang telah menjadikan dunia ini. Sang Buddha menganggap buah pikiran sebagai pencipta. Kita adalah buah pikiran kita sendiri.
Tuhan dalam agama Islam
Dalam konsep Islam, Tuhan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam[1][2].
Islam menitik beratkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa (tauhid).[3] Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa.[4] Menurut al-Qur'an terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling baik") yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda.[5][6] Semua nama tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas.[7] Diantara 99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha Penyayang" (ar-rahim).[5][6]
Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu tindakan kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya dan menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya. Menurut ajaran Islam, Tuhan muncul dimana pun tanpa harus menjelma dalam bentuk apa pun.[8] Menurut al-Qur'an, "Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (QS al-An'am[6]:103)[2]
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang personal: Menurut al-Qur'an, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang diridhai-Nya.”[8]
Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama yang disembah oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi (29:46).[9] Namun, hal ini tidak diterima secara universal oleh kalangan non-Muslim.
Tuhan dalam agama Hindu
Tuhan dalam agama Hindu sebagaimana yang disebutkan dalam Weda adalah Tuhan tidak berwujud dan tidak dapat digambarkan, bahkan tidak bisa dipikirkan. Dalam bahasa Sanskerta keberadaan ini disebut Acintyarupa yang artinya: tidak berwujud dalam alam pikiran manusia. Tuhan Yang Maha Esa ini disebut dalam beberapa nama, antara lain:
• Brahman: asal muasal dari alam semestea dan segala isinya
• Purushottama atau Maha Purusha
• Iswara (dalam Weda)
• Parama Ciwa (dalam Whraspati tatwa)
• Sanghyang Widi Wasa (dalam lontar Purwabhumi Kemulan)
• Dhata: yang memegang atau menampilkan segala sesuatu
• Abjayoni: yang lahir dari bunga teratai
• Druhina: yang membunuh raksasa
• Viranci: yang menciptakan
• Kamalasana: yang duduk di atas bunga teratai
• Srsta: yang menciptakan
• Prajapati: raja dari semua makhluk/masyarakat
• Vedha: ia yang menciptakan
• Vidhata: yang menjadikan segala sesuatu
• Visvasrt: ia yang menciptakan dunia
• Vidhi: yan menciptakan atau yang menentukan atau yang mengadili.
Tuhan Yang Maha Esa ini apapun namaNya digambarkan sebagai:
- Beliau yang merupakan asal mula. Pencipta dan tujuan akhir dari seluruh alam semesta
- Wujud kesadaran agung yang merupakan asal dari segala yang telah dan yang akan ada
- Raja di alam yang abadi dan juga di bumi ini yang hidup dan berkembang dengan makanan
- Sumber segalanya dan sumber kebahagiaan hiudp
- Maha suci tidak ternoda
- Mengatasi segala kegelapan, tak termusnahkan, maha cemerlang, tiada terucapkan, tiada duanya.
- Absolut dalam segala-galanya, tidak dilahirkan karena Beliau ada dengan sendirinya (swayambhu)
Penggambaran tentang Tuhan Yang Maha Esa ini, meskipun telah berusaha menggambarkan Tuhan semaksimal mungkin, tetap saja sangat terbatas. Oleh karena itu kitab-kitab Upanisad menyatakan definisi atau pengertian apapun yang ditujukan untuk memberikan batasan kepada Tuhan Yang Tidak Terbatas itu tidaklah menjangkau kebesaranNya. Sehingga kitab-kitab Upanisad menyatakan tidak ada definsi yang tepat untukNya, Neti-Neti (Na + iti, na + iti), bukan ini, bukan ini.
Tuhan dalam agama Katholik
Agama Katholik adalah agama Kristen yang paling tua. Katholik sendiri berarti orang-orang umum, karena mereka mengaku-aku sebagai induk segala gereja dan penyebar missi satu-satunya di dunia. Disebut pula dengan Gereja Barat atau Geraja Latin, karena mereka mendominasi Eropa Barat, yaitu mulai dari Italia, Belgia, Prancis, Spanyol, Portugal dan lain-lainnya. Disebut juga sebagai Gereja Petrus atau Kerasulan kare na mereka mengaku-aku bahwa yang membangun agama mereka adalah Petrus, murid Nabi ‘Isa yang paling senior.
Agama Katholik meyakini bahwa Roh Qudus tumbuh dari Tuhan Bapa dan Anak secara bersamaan. Mereka juga berkeyakinan bahwa Tuhan Bapa dan Tuhan Anak memiliki kesempurnaan yang sama. Bahkan mereka meyakini bahwa Yesus atau Tuhan Anak ikut bersama-sama dengan Tuhan Bapa mencipta langit dan bumi.
Tuhan dalam agama Kristen
Islam adalah satu-satunya agama di luar Kristen yang menetapkan pernyataan keimanan percaya kepada Yesus (Isa). Tidak ada seorang Muslim yang bisa dikatakan Muslim jika ia tidak percaya kepada Yesus/Isa sebagai nabi dan rasul Allah). Kami meyakini bahwa ia (Yesus) adalah salah satu rasul Allah SWT. Kami percaya bahwa ia dilahirkan secara mukjizat, tanpa adanya intervensi peran laki-laki, dimana banyak orang-orang Kristen pada masa sekarang yang sudah tidak mempercayai mukjizat itu lagi. Kami percaya bahwa ia mampu menghidupkan orang mati dengan izin Allah. Kami percaya bahwa ia mampu menyembuhkan kebutaan seseorang yang dibawa sejak lahir, dan mampu menyembuhkan penyakit kusta dengan seizin dari Allah SWT. Banyak hal yang sama antara orang-orang Kristen dan orang-orang Muslim, namun begitu, ada hal-hal yang membedakan.
Orang Kristen mengatakan dengan keyakinannya bahwa Yesus Kristus (Isa a.s) adalah Tuhan Yang Maha Kuasa dan Yesus sendiri mengakui perihal ketuhannya. Kenyataannya, jika Anda baca di dalam Alkitab maka tidak terdapat satupun pernyataan di dalam Alkitab yang ada dimana Yesus mengatakan langsung dari dirinya berupa kalimat “Akulah Tuhan”, atau kalimat “Sembahlah aku”. Saya ulangi, tidak ada satu ayatpun di dalam Alkitab dimana Yesus sendiri ada mengatakan langsung dari dirinya berupa kalimat “Akulah Tuhan”, atau kalimat “Sembahlah aku”.
Sebaliknya, jika Anda baca Alkitab, disebutkan di dalam kitab Injil Yohannes, pasal 14 ayat 28, Yesus berkata “... sebab Bapa lebih besar daripada Aku”. Disebutkan di dalam kitab Injil Yohannes, pasal 10 ayat 29, “Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun ... “. Di dalam Injil Matius, pasal 12 ayat 28 disebutkan “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah ... “. Di dalam Injil Lukas, pasal 11 ayat 20, disebutkan, “Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah ... “, Disebutkan di dalam kitab Injil Yohannes, pasal 5 ayat 30, “Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku”. Yesus tidak pernah menyatakan perihal ketuhanannya. Sebaliknya, Yesus datang untuk menggenapi hukum yang sudah ada sebelumnya (yakni syariat yang dibawa oleh Musa). Sebagaimana yang dijelaskan did alam Injil Matius pasal 5 ayat 17 hingga 20, “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena aku berkata kepadamu Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bum ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu, siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga”. Jadi, Yesus berkata jika Anda ingin masuk ke dalam Kerajaan Sorga, maka Anda harus mematuhi setiap ketetapan perintah yang disampaikan oleh Nabi Musa a.s. Anda harus mematuhi setiap perintah yang termuat di dalam Perjanjian Lama termasuk ayat-ayat yang tadi saya kutipkan, yakni bahwa hanya ada satu Tuhan dan Anda dilarang untuk menyembah kepada berhala. Anda juga dilarang untuk membuat gambaran (penampakan/rupa) tentang Dia
Langganan:
Postingan (Atom)