Pembuktian Wujud Allah
Walaupun manusia telah mengahayati wujud Allah melalui ciptaan-Nya, pengalaman batin atau fitrah manusia sendiri, namun dia masih juga meginginkan pembuktian secara langsung bertemu muka. Bahkan Nabi Musa as. sekalipun beliau adalah utusan Allah pernah memohon kepada Allah agar dia menampakkan diri kepadanya, seperti dijelaskan al-Qur’an dalam surat al-A’raf/7: 143.
(“ Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musapun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman".)
Oleh karena itu segala usaha manusia dalam pembuktian wujud Allah itu tetap nisbi dan terbatas, maka pembuktian perlu dicari hanya dari satu-satunya sumber yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Cara pembuktian lain hanya relevan bilamana ditujukan untuk memperkuat pembuktian dalam al-Qur’an dan al-Sunnah al-Qur’an sendiri menyatakan dalam surat al-Mulk/67:10
“(Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".)
Dalam rangka mengembangkan keimanan kepada Allah, Ibn Rusyd memakai cara falsafi yang sesuai denga syari’at Islam, yaitu menggunakan dalil nidham ( kerapian suunan alam) yag disebut dalil inayah wal ikhtira (pemeliharaan dan penciptaan) 5 Adapun dalil inayah ialah teori yang mengarahkan mausia agar mampu menghayati wujud Allah melalui penghayatan dan pemahaman manfaat alam untuk manusia.
Firman Allah dalam surat al-Lukman/31: 20.
Dan an-Naba’/78:6-16
(“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni`mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.”)
(“Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?, dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan, dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat, dan Kami jadikan malam sebagai pakaian, dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan, dan Kami bangun di atas kamu tujuh buah (langit) yang kokoh, dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari), dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah, supaya Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tumbuh-tumbuhan, dan kebun-kebun yang lebat?”)
Hasil penelitian ilmiah yang mendalam menyatakan bahwa alam ini sesuai dengan keperluan hidup mausia dan makhluk-makhluk lainnya. Persesuaian manfaat ini tidak mungkin terjadi secara kebetulan, firman Allah dalam suarat Ali Imran/3: 191:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”)
Bukti persesuaian wujud alam dengan keperluan kehidupan manusia itu umpamanya: diciptakan air, udara, api, tanah yang semuanya merupakan kehidupan manusia, tanpa direncanakan dan diminta oleh manusia. Hal ini membuktikan adanya kesengajaan yang direncanakan secara sistemik (ihtira’)
Kejadian alam semesta yang sistemik6 ini di bahas oleh Ibn Rusyd dalam dalil ikhtira’ yaitu yang mengarahkan manusia agar mampu menghayati wujud Allah melalui penghayatan dan pemahaman keserasian atau keharmonisan aneka ragam alam, seperti yang ditunjukkan al-Qur’an pada surat al-Ghasiyyah/88:17-22.
(“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka,”)
Cara pembuktian lain dapat dikemukakan dalil logika dari ilmu kalam, di antaranya sebagai berikut 7 :
“ Tidak ada yag tidak ada, karena tidak ada itu ada, artinya tidak ada itu keadaan yang ada. Pembuat ada itu mesti ada dan mustahil pembuat ada itu tidak ada. Pembuat pertama dari pada yang ada dan tidak ada itu adalah wajibal wujud atau mutlak adanya, yang mesti ada dengan sedirinya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar